Terdakwa Gagal Bayar Bank Jambi Anggap JPU Tidak Rasional
--
JAMBI - Sidang dugaan tindak pidana korupsi penjualan surat utang jangka menengah (MTN) PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) ke Bank Jambi melalui PT MNC Sekuritas masih terus berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jambi.
Pada 18 Desember 2023, merupakan tahapan terdakwa Andri Irvandi menyampaikan pembelaan di hadapan majelis hakim.
Dalam pembelaannya, Rein Ronald Silaen yang mewakili tim kuasa hukum Irvandi menolak semua tuduhan jaksa penuntut umum (JPU) dan meminta kliennya dibebaskan.
Alasannya Irvandi tidak bersalah dalam proses penerbitan, penawaran hingga penjualan MTN SNP kepada Bank Jambi. Rein menilai jaksa memaksakan kliennya Irvandi untuk bersalah dan duduk sebagai terdakwa walau secara hukum sulit untuk membuktikan kesalahannya.
“Ada beberapa fakta persidangan yang menjadi alasan kami menolak semua tuduhan dan tuntutan JPU. Dan terbukti pula dasar utama dakwaan JPU kepada klien kami tidak valid serta tidak benar sama sekali,” kata Rein dalam keterangannya, Jumat (22/12).
Dasar penolakan atas tuntutan JPU itu, kata Rein, pertama, sesuai fakta persidangan, proses penerbitan MTN SNP dilakukan Divisi Invesment Banking PT MNC Sekuritas.
Fakta ini diakui dan dibenarkan saksi Dadang Suryanto yang ketika itu menjabat sebagai Direktur Invesment Banking MNC Sekuritas dan Irvandi ketika itu berada di Divisi Institusi yang membidangi penjualan saham dan obligasi.
Dasar kedua, lanjut Rein, JPU menyatakan Irvandi bersalah hanya karena menawarkan dan menjual MTN SNP kepada Bank Jambi dengan menggunakan dokumen laporan keuangan SNP yang dimanipulasi.
Kenyataannya, sesuai fakta persidangan, yang menawarkan dan menjual MTN SNP kepada Bank Jambi adalah Arif Efendi.
“Hal ini terbukti di persidangan dari keterangan saksi Yunsak El Halcon mantan Direktur Pemasaran Bank Jambi. Yunsak El Hacon dengan tegas menyatakan yang menawarkan dan menjual MTN SNP ke Bank Jambi adalah Arif Efendi. Dan, Arif Efendi disebut yang ngotot agar Bank Jambi membeli MTN SNP karena dari pengakuannya, Arif bilang Bank Jambi sebagai kliennya,” kata Rein.
Selanjutnya, kata Rein, fakta ketiga sesuai persidangan, Irvandi tidak pernah menjabat sebagai Head Capital Market dan menjadi Pjs Direktur Capital Market MNC Sekuritas hanya 3 bulan terhitung dari 1 Agustus 2017 hingga 31 Oktober 2017.
Sedangkan, penjualan MTN SNP ke Bank Jambi terjadi pada Februari dan Maret 2017 serta Februari dan Maret 2018.
Begitu pula ketika JPU meminta Irvandi harus bertanggung jawab karena kapasitasnya sebagai Kepala Divisi Insitusi MNC Sekuritas yang memproses penerbiatan, penawaran dan penjualan MTN SNP ke Bank Jambi.
Menurut Rein, tuduhan JPU itu tidak relevan karena yang berwenang memproses penerbitan MTN SNP adalah Divisi Invesment Banking MNC Sekuritas.
“Sedangkan yang menawarkan dan menjual MTN SNP ke Bank Jambi adalah Divisi Fixed Income MNC Sekuritas yang dikepalai Arif Efendi. Sedangkan Andri Irvandi duduk di Divisi Institusi yang membidangi penjualan Saham dan obligasi dan tidak membidangi penjualan MTN, termasuk MTN SNP,” kata Rein lagi.
Dasar yang terakhir, kata Rein, bahwa JPU menuduh ada fee tidak resmi sebesar 3% yang diberikan SNP di luar fee resmi sebesar 0,5% dan 1% yang diterima MNC Sekuritas sebagai arranger penerbitan MTN SNP.
Bila dihitung, 3% dari jumlah MTN SNP yang dijual ke Bank Jambi senilai Rp 230 miliar, maka jumlahnya fee yang dinilai tidak resmi itu mencapai Rp 6,9 miliar.
Fee tidak resmi itu dinilai sebagai hasil korupsi.
Soal ini, kata Rein, sesuai fakta persidangan sebagaimana pengakuan Arif Efendi, fee 3% itu dibagi-bagi ke beberapa pihak.
Pertama, 1% bagian dari Divisi Invesment Banking di mana Dadang Suryanto selaku Direktur dan Bambang Rudi Setiawan selaku Kepala Divisi Invesment Banking serta timnya.
Selanjutnya, sambung Rein, 1% bagian Divisi Fixed Income yang kepalanya, Arif Efendi, mengklaim bahwa Andri Irvandi mendapat bagian dari fee tersebut.
Lalu, 1% terakhir bagian investor pihak Bank Jambi.
“Rupanya dalam fakta persidangan aliran dana itu masuk ke Bambang Rudi Setiawan (Kepala Divisi Invesment Banking) Rp 4,3 miliar, Arif Efendi (Kepala Divisi Fixed Income) lebih dari Rp 16,5 miliar, Yunsak El Hacon sekitar Rp 1,3 miliar dan Andri Irvandi sekitar Rp 4,4 miliar,” kata Rein.
Berdasarkan aliran dana itu, kata Rein, maka jika dijumlahkan angkanya mencapai Rp 22,7 miliar yang sumbernya disebut dari SNP ke rekening PT Tunas Tri Artha.
Perusahaan ini merupakan milik Yeholana Jhohansah yang merupakan sepupu dari Arif Efendi.
Sesuai fakta persidangan, JPU tidak dapat membuktikan uang tersebut berasal dari SNP ke rekening PT Tunas Tri Artha dan sebagai fee penjualan MTN ke Bank Jambi dengan jumlah pembeli sebanyak 330 pembeli/kreditur yang senilai Rp 1,8 triliun.
Dengan demikian, kata Rein, fee 3% yang disebut JPU sebagai tidak resmi berbeda jumlahnya dengan yang terungkap di persidangan, sehingga tuduhan tersebut menjadi tidak valid, tidak akurat serta tidak logis dan tidak rasional.
Celakanya, fakta yang tidak rasional ini pula yang menjadi dasar JPU mendakwa dan menuntut Irvandi.
“Kami sungguh berharap majelis hakim tidak menggunakan fakta yang tidak valid, tidak logis dan tidak rasional ini sebagai dasar pertimbangan hukumnya. Jika itu dilakukan, maka putusan majelis hakim akan menjadi cacat dan melukai rasa keadilan terdakwa Andri Irvandi,” tandas Rein.
Sebagai informasi, dalam perkara ini ada 3 orang yang menjadi terdakwa yaitu Yunsak El Halcon (mantan Direktur Utama Bank Jambi), Dadang Suryanto (mantan Direktur MNC Sekuritas) dan Andri Irvandi (mantan Head Institution MNC Sekuritas).
Mereka disangkakan Pasal 2 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan primer.
Juga diancam pidana Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan subsider.
Kemudian, Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. (jp)