RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat total angka penderita asma di Tanah Air mencapai 877.531 orang.
Dari angka tersebut, tertinggi ada di Provinsi Jawa Barat sebanyak 156.977 orang, Jawa Timur 130.683 orang, dan Jawa Tengah 118.184 orang.
Salah satu yang harus menjadi perhatian adalah jika asma menyerang pada anak. Terutama karena hal ini akan berkaitan dengan proses tumbuh kembang sang anak.
"Pasalnya, masalah paru-paru akibat peradangan pada bronkus atau saluran udara ini dapat menyebabkan kesulitan bernafas sehingga bisa mengganggu aktivitas, rutinitas dan kualitas hidup anak," kata dokter Spesialis Paru Anak, Prof. DR. dr. Bambang Supriyatno, Sp.A(K) dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (6/8).
Bronkus menyempit ataupun membengkak akan membuat produksi lendir menjadi berlebihan yang akhir dapat menyebabkan seseorang kesulitan bernafas.
Gejala utama asma yang biasanya muncul adalah batuk, wheezing, sesak napas, rasa tertekan di dada.
"Sayangnya masih banyak yang belum memahami mengenai kondisi asma, terutama sensitisasi atau proses yang membuat keadaan seseorang menjadi sensitif akan pencetus asma. Pada akhirnya asma tidak terdeteksi sejak dini, padahal ini penting," kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tersebut.
Merujuk penelitian Yunginger, disebutkan bahwa asma dimulai sejak usia dini dan insidensi paling tinggi pada anak prasekolah
Secara usia, data SKI 2023 juga menyebut kalau penderita asma anak pada usia kurang satu tahun sebanyak 11.518 anak, usia 1-4 tahun mencapai 59.253 anak dan rentang usia 5-14 tahun ada sebesar 138.465 anak. Dari data tersebut proporsi kekambuhan asma dalam 12 bulan terakhir berdasarkan usia masih terbilang tinggi.
Untuk usia kurang 1 tahun hingga 53,5%. Kemudian, usia 1-4 tahun kekambuhannya lebih tinggi mencapai 66% dan usia 5-14 tahun risiko kambuh 59,8%.
Karenanya, penting bagi orang tua untuk memahami bagaimana cara untuk mendeteksi asma sejak dini agar upaya pencegahan sensitisasi akan alergen asma bisa dilakukan sejak masa kehamilan.
"Salah satu caranya adalah skrining yang bisa dilakukan lewat Skrining Risiko Asma Pediatrik (Pediatric Asthma Risk Score/PARS), di samping Asthma Pediatric Index yang selama ini dikenal," ucapnya.
Prof Bambang menyebut hasil skrining PARS ini untuk menentukan apakah anak memililki risiko rendah, sedang atau tinggi terhadap asma.
PARS menjadi alat yang membantu dokter mengidentifikasi untuk merencanakan tindakan pencegahan atau intervensi sesuai dalam upaya mencegah asma.
Dalam memprediksi asma pada anak-anak dengan risiko asma ringan hingga sedang, PARS juga dinilai lebih baik daripada Asthma Predictive Index (API). PARS juga lebih unggul dengan peningkatan 11% dalam sensitivitas untuk mendeteksi dengan tepat anak-anak yang akan mengalami asma.
Yang terbaru, dalam studi yang diterbitkan NEJM Evidence pada 4 Agustus 2023 menunjukkan PARS berkinerja baik dalam menentukan perkiraan risiko asma pada ana-anak dari berbagai etnis, latar belakang, dan kepekaan terhadap asma.
Lebih dari 33.200 klinisi, orang tua, mahasiswa, dan peneliti telah mengakses PARS di lebih dari 160 negara. (jp)
Kategori :