Penting! Ini Daftar Merek Beras Premium Oplosan dan Produsennya

Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen (Pol) Helfi Assegaf saat jumpa pers di Mabes Polri, Kamis (24/7). -Foto: Humas Mabes Polri-
JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Satgas Pangan Polri mengungkap praktik penjualan beras oplosan yang merugikan masyarakat. Angka kerugian akibat praktik jahat itu mencapai Rp 99,35 triliun.
Menurut Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen (Pol) Helfi Assegaf, temuan itu merupakan tindak lanjut atas hasil investigasi Kementerian Pertanian melalui uji sampel beras di pasaran.
Berdasar pengujian atas 268 sampel beras dari 212 merek di 10 provinsi terungkap bahwa 85,56 persen beras premium tidak sesuai standar mutu. Adapun 88,24 persen beras medium tidak sesuai standar mutu.
“Lebih dari 50 persen dijual di atas HET (harga eceran tertinggi, red). Banyak beras dengan berat riil di bawah yang tertera di kemasan,” ujar Brigjen Helfi dalam jumpa pers di Mabes Polri, Kamis (24/7).
Perwira tinggi Polri itu juga memerinci 5 merek beras premium yang tidak memenuhi standar mutu. Kelima merek itu ialah Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, Setra Pulen, Sania, dan Jelita.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri itu juga membeber tiga produsen yang bertanggung jawab atas produk beras oplosan yang beredar tersebut.
Ketiga produsen itu ialah PT PIM (produsen Sania), PT FS (produsen Setra Ramos Merah, Biru, dan Pulen), dan Toko SY (produsen Jelita).
Satgas Pangan Polri juga menggeledah empat lokasi dalam rangka pengungkapan kasus itu, yakni di Jakarta Timur, Subang, dan Serang. Dari penggeledahan itu, Polri menyita 201 ton beras dalam berbagai kemasan.
Bareskrim Polri telah menaikkan penanganan kasus tersebut ke tahap penyidikan. Para tersangkanya dijerat dengan Pasal 62 jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan/atau Pasal 3, 4, dan 5 UU Tindak Pidana Pencucian Uang yang ancaman hukumannya ialah penjara hingga 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.
“Kami tidak akan membiarkan praktik curang yang merugikan konsumen terus berlangsung,” kata Brigjen Helfi. (jp)