Mendengar anaknya terancam tak bisa mengenyam pendidikan jenjang menengah atas, sang ibu merasa sedih dan amat kecewa dengan regulasi yang berlaku pada sistem PPDB 2024.
Uminiya tak tahu harus berbuat apa lagi untuk mendapatkan keadilan bagi putri semata wayangnya agar tak putus sekolah.
"Saya benar-benar kecewa, kenapa anak saya tidak bisa masuk afirmasi, sedangkan orang yang lebih mampu dari saya bisa masuk afirmasi," kata Uminiya.
Dia heran, orang dengan taraf kehidupan menengah ke atas darinya justru keterima lewat jalur afirmasi. Apabila dari segi perekonomian mampu, dia tak akan pusing-pusing mencari sekolah gratis untuk putrinya.
"Saya masih mengontrak, yang bisa masuk afirmasi kok katanya rumahnya lebih bagus, usahanya lebih dari saya," tuturnya.
Sementara dalam kehidupannya, Uminiya dan suaminya harus berjibaku mengumpulkan rupiah demi rupiah dari keahliannya memijat. Itu pun, tidak ramai setiap hari.
"Biasanya saya memijat sehari dua sampai tiga orang, pernah pernah tidak memijat seminggu, ya tidak dapat uang," ujarnya. (jp)