JAKARTA - Pemanfaatan bakteri Walbachia belakangan menjadi temuan baru yang dapat digunakan untuk memberantas nyamuk Aedes aygepti penyebab kasus demam berdarah dangue (DBD).
Bakteri Walbachia diketahui merupakan bakteri alami yang banyak ditemui pada berbagai jenis serangga. Melalui riset ilmiah yang dilakukan oleh para peneliti World Mosquito Program (WMP), bakteri Walbachia yang disuntikkan ke nyamuk Aedes aygepti mampu mencegah replikasi virus dengue yang menjadi sumber penyakit DBD. Menanggapi hal itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyampaikan apresiasinya kepada seluruh jajaran tim peneliti WMP yang telah berupaya keras selama 12 tahun dalam melakukan uji coba pemanfaatan bakteri Walbachia kepada nyamuk Aedes aygepti. Muhadjir juga mendukung penuh implementasi pemanfaatan bakteri baik ini agar dapat digunakan untuk masyarakat. Penyebarluasan informasi perlu dilakukan sehingga masyarakat dapat percaya dengan hasil kajian ilmiah yang telah dilakukan. “Saya kira, kita perlu terus menggencarkan informasi dari sisi keamanan dan melakukan filtering terhadap isu-isu yang kontraproduktif terhadap upaya kita untuk menangani masalah penyakit ini yang cukup memakan korban di Indonesia,” ujar Muhadjir saat memimpin dialog lintas instansi dan peneliti tentang pemanfaatan nyamuk Wolbachia secara hybrid, Rabu (29/11). Muhadjir meminta, para perwakilan dari berbagai provinsi yang hadir secara daring untuk dapat membantu mensosialisasikan informasi mengenai manfaat baik bakteri Walbachia kepada masyarakatnya. Ia juga menyampaikan bahwa Kemenko PMK terbuka untuk menerima permohonan bantuan jika diperlukan upaya koordinasi teknis lebih lanjut yang dibutuhkan oleh pemerimtah daerah. Sementara itu, Guru Besar sekaligus Peneliti Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada Adi Utarini mengatakan upaya penelitian yang telah dilakukan selama 12 tahun di wilayah Yogyakarta telah terbukti aman bagi manusia dan mampu mengurangi replikasi virus dangue di dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti. “Riset 12 tahun teknologi nyamuk Aedes aegypti ber-Walbachia di Yogyakarta menghasilkan penurunan 77 persen kejadian dengue dan 86 persen rawat inap di rumah sakit akibat dangue,” ucap Utarini. Guru Besar IPB University Damayanti Buchori mengatakan hasil kajian analisis risiko terhadap pelepasan nyamuk Aedes aegypti telah dilakukan. Hasilnya, peningkatan nyamuk Aedes aegypti ber-Walbachia akibat pelepasan itu dapat diabaikan karena tidak menimbulkan risiko berbahaya pada masyarakat. Namun, Damayanti mengatakan monitoring dan evaluasi tetap akan dilakukan untuk menghindari risiko lain yang akan muncul. “Pengawasan ini penting sehingga dapat mendeteksi dan tanggap terhadap risiko apapun yang muncul atau jika ada di kemudian hari. Memastikan regulasi lokal juga perlu dilakukan karena berkaitan dengan keamanan hayati di masing-masing wilayah,” ucap Damayanti. Sejumlah peneliti dan akademisi lain juga nampak mengikuti dialog tersebut secara daring, antara lain Guru Besar IPB University Upik Kesumawati Hadi, Direktur dan Peneliti Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada Riris Andono Ahmad, Citra Indriani, dan Eggi Argun, serta para perwakilan dari kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dari berbagai provinsi. (jp)
Kategori :