RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Kolumnis kondang Dahlan Iskan menulis catatan tentang kasus pembunuhan Vina Cirebon dan kekasihnya, Rizky alias Eky pada 2016 silam.
Kasus Vina ditulis Dahlan dalam satu esai berjudul Vina Doa. Tulisan itu juga menyinggung tentang sosok Prof Salim Said yang meninggal dunia beberapa waktu lalu.
"Setelah 10 hari berkutat siang malam dengan pekerjaan di Amerika ini, saya buka medsos: senior saya di TEMPO, Prof Salim Said meninggal dunia. Telat sekali tahu," tulisan Dahlan,
Yang juga menarik perhatian Dahlan, soal Indonesia mulai defisit perdagangan dan defisit pembayaran. Padahal, hampir sepanjang masa jabatan Presiden Jokowi selalu surplus.
Baca Juga: Sulap Lahan Tidur jadi Produktif, Kodim Sleman Gandeng IMP 168
"Lalu saya merasa aneh. Ada kasus pembunuhan "Vina Cirebon". Kok, viral banget. Ada apa? Saya pun mulai terseret ke viral itu. Tak juga kunjung paham," lanjut Dahlan.
Guna memahami kasus pembunuhan Vina, Dahlan menelepon wartawan Radar Cirebon Ade Gusti.
"Saya banyak bertanya tentang Vina. Sebagai wartawan dia (Ade -red) seharusnya tahu banyak," ucap Dahlan.
Ternyata itu pembunuhan tahun 2016. Bahwa kini viral itu karena ada film 'Vina Setelah 7 Hari'.
Film baru. Laris. Sudah ditonton 4,5 juta orang. Itu film adaptasi kasus pembunuhan Vina --yang sampai tujuh tahun kemudian belum semua pelaku pembunuhannya tertangkap.
"Inilah film kritik sosial yang sangat berhasil. Kalau saja Prof Salim Said masih aktif pasti mengulasnya," tutur Dahlan melalui esainya.
Almarhum Salim Said adalah tokoh wartawan yang setelah meraih doktor ilmu politik di USA menjadi kritikus film terkemuka. Lalu, jadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta dan anggota tetap Festival Film Indonesia.
Sementara, Vina adalah putri seorang ibu yang jadi tenaga kerja di Malaysia. Ayahnya nelayan.
Dahlan menuturkan bahwa Vina pacaran dengan Eky, remaja putra seorang polisi --bertugas di bagian narkoba Polres Cirebon saat itu. Kini sang ayah menjabat Kapolsek Kapetakan di daerah itu.
Akhir Agustus 2016 itu, tengah malam, kedua remaja ditemukan tergeletak di pinggir jalan tidak jauh dari sepeda motor Mio milik Eky.
Eky sudah dalam keadaan meninggal. Vina dalam keadaan tidak sadar --meninggal sesaat kemudian setelah mereka dibawa ke rumah sakit.
Kesannya seperti terjadi kecelakaan tunggal. Ternyata itu pembunuhan. Keduanya dikeroyok. Dipukuli dengan kayu dan bambu di dekat semak sekitar 1,2 km dari lokasi ditemukan.
"Kelihatannya korban sengaja dibawa ke pinggir jalan besar, agar dikira kecelakaan," tutur Dahlan.
Namun, Dahlan menulis tidak ada saksi. Tidak cukup ada barang bukti. Yang ada visum: bekas pukulan di bagian belakang kepala. Lalu ditemukan bekas sperma di kemaluan Vina.
"Yang menarik adalah berita koran setelah penemuan dua remaja tergeletak di pinggir jalan itu; Linda, seorang teman Vina, kerasukan roh Vina," demikian tulisan Dahlan.
Dalam kicauannya, Linda yang konon kerasukan menyebut bahwa dua remaja itu dibunuh. Oleh dua orang. Bahkan, kicauan itu menyebutkan nama-nama yang membunuh.
Direkam juga suara kicauan itu. Disebut mirip suara Vina. Setelah itu terjadilah penangkapan-penangkapan. Yang menangkap ayah Eky sendiri bersama timnya --meski saat itu dia bertugas di bagian narkoba.
"Salah satu dasarnya: anaknya pernah ada masalah dengan yang ditangkap itu," tulisan Dahlan.
Dari pengakuan yang ditangkap, delapan orang jadi tersangka --salah satunya berumur 15 tahun. Mereka sudah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup --kecuali yang 15 tahun itu: 8 tahun penjara.
Dua bulan lagi "Si 15 tahun" bebas. Sekarang pun sudah di luar penjara, tetapi masih wajib lapor.
Tiga tersangka lain belum ditangkap. Masih DPO. Sudah 7 tahun tetap DPO --sudah seperti dilupakan. Sampailah film itu beredar. Heboh. Satu dari tiga itu ditangkap dua hari lalu di Bandung: jadi kuli bangunan. Sisa dua buronan.
Yang 7 orang di penjara mungkin akan dapat remisi menjadi 20 tahun. Lalu akan bebas ketika sudah menjalani 15 tahun --ketika umur mereka sekitar 35 tahun. Masih cukup muda untuk kelak melakukan pernikahan.
"Apa motif pembunuhan?" begitu Dahlan bertanya kepada Ade.
"Asmara remaja," jawab Ade. Vina diincar oleh Egi. Bertepuk sebelah tangan.
Bahwa sampai terjadi pembunuhan, itu karena ada persaingan lain: beda geng motor. Satu geng M, satunya lagi geng X. Vina, saat ditemukan, mengenakan jaket beridentitas salah satunya.
Mungkin saja awalnya "hanya" penganiayaan namun korbannya tewas.
"Kini perkara ini jadi ruwet karena salah satu yang dipenjara itu mengaku tidak terlibat sama sekali," kata Dahlan.
Terpidana itu tetap tidak mengaku biar pun sudah dipaksa. Dia juga kukuh tidak pernah mau menandatangani berita acara pemeriksaan, tetapi merasa aneh ketika di pengadilan tanda tangan itu ada.
"Mungkin dari sini bisa dimulai penyelidikan baru; apakah tanda tangan itu palsu. Lalu terjadi salah tangkap. Mudah sekali pembuktiannya di zaman modern ini," ujar Dahlan.
Hukuman seumur hidup untuk 7 remaja itu --sekarang mereka sudah pemuda sekitar 27 tahun-- sudah punya kekuatan hukum yang pasti.
Sementara, "Si 15 tahun" yang merasa salah tangkap itu sudah naik banding tetapi ditolak. Kasasinya pun ditolak.
Akan tetapi masih ada mekanisme Peninjauan Kembali (PK). Titin Prialianti, pengacaranya, harus dilakukan itu. Apa pun hasilnya.
"Jelas perlu ajukan PK," demikian Dahlan mengutip pendapat Karni Ilyas.
Dahlan menghubungi Karni, kemarin. Karni adalah wartawan yang menjadi pemicu lahirnya PK. Yakni setelah dia membongkar salah tangkap pada kasus Sengkon dan Karta pada 1997.
Tentu cerita film tidak harus dipercaya. Film adalah fiksi. "Memang fiksi terbaik adalah kalau memasukkan fakta-fakta nyata ke dalamnya. Dari segi itu film ini menjadi fiksi yang berhasil."
"Itu yang mungkin akan dikatakan Prof Salim Said bila mengulasnya," ujar Dahlan. (jp)