BINJAI - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batasan usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menimbulkan gejolak penolakan dari berbagai elemen masyarakat.
Kecaman keras juga digaungkan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) STAI Syekh H Abdul Halim Hasan Al-Ishlahiyah Binjai dalam konsolidasi penolakan yang digelar di Kampus STAI Syekh H Abdul Halim Hasan Al-Ishlahiyah Binjai, Sumatera Utara.Mereka menilai, keputusan soal batasan usia capres-cawapres yang diputuskan Anwar Usman sudah mencederai demokrasi jelang Pemilu 2024.
Produk dianggap cacat hukum itu disinyalir menjadi awal indikasi dinasti politik keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab, Anwar Usman yang meloloskan putusan merupakan adik ipar dari Jokowi.
Putusan ini pula yang kemudian menjadi gerbang peluang bagi Gibran Rakabuming Raka dapat maju menjadi cawapres meski masih berusia di bawah 40 tahun.
"Kami DEMA STAI Syekh H Abdul Halim Hasan Al Ishlahiyah Binjai menolak serta mengutuk keras keputusan MK Nomor: 90/PUU-XXI/2023 yang bersifat inkonstitusional," ujar Presiden Mahasiswa Dema Al-Ishlahiyah Kota Binjai, Jalaluddin Al Mahalli Hamzah dalam siaran persnya, Selasa (21/11).
Dia menyebut pihaknya sebelumnya telah melakukan penolakan dalam bentuk seruan aksi turun ke jalan pada beberapa waktu lalu.
Namun, karena aksi tersebut tak didengar, DEMA STAI Binjai kemudian sepakat mengambil langkah untuk mendukung perkara yang diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum UNUSIA bernama Brahma Aryana untuk mencabut putusan yang tertuang pada Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batasan usia capres dan cawapres.
"Kami lihat itu sebagai awal dari politik dinasti, dan kami meminta instansi dan seluruh elemen pemerintah untuk pro terhadap kepentingan rakyat Indonesia dan bertindak netral terhadap kepentingan yang menguntungkan pemerintah yang kami nilai telah mengangkangi tuntutan reformasi pada tahun 1998," ungkap Jalaluddin.
Selain itu, DEMA STAI Binjai mengaku sangat kecewa dengan putusan MKMK yang hanya mencopot Anwar Usman sebagai Ketua MK.
Mereka mendesak agar Anwar Usman dicopot juga dari hakim MK karena terbukti telah melakukan pelanggaran berat dalam meloloskan putusan tersebut.
Pihaknya pun berkomitmen akan terus mengajak seluruh elemen BEM yang ada di Indonesia untuk terus konsen menolak putusan MK.
"Menolak segala bentuk tindakan baik secara politik maupun hukum yang dapat melegitimasi dan berpihak pada terbentuknya dinasti politik di Indonesia," pungkasnya. (jp)
Kategori :