RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Mantan Kepala Human Development Universitas Indonesia (HuDev UI) Mohammad Amar Khoerul Umam (MAKU) membantah merekayasa administrasi sebagai syarat pencairan dalam pelaksanaan kajian teknis pendukung Lastmile Project 2021 antara BAKTI Kominfo dengan HuDev UI.
Penasihat hukum terdakwa MAKU, Pahrur Dalimunthe Pahrur mengeklaim kliennya sebagai korban dalam kasus Based Transeiver Service (BTS) 4G Badan Aksesbilitas Komunikasi dan Telekomunikasi Indonesia (BAKTI) Kominfo yang berujung dugaan rasuah.
Pahrur membantah kliennya memalsukan tanda tangan dokumen administratif kajian BTS 4G Kominfo.
Pahrur mengeklaim staf Hudev UI bernama Fara Umainah yang memalsukan tanda tangan para tenaga ahli. Fara sendiri telah dihadirkan oleh jaksa bersaksi untuk terdakwa MAKU di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Senin (4/3).
Baca Juga: KPK Hadirkan Kakak Hary Tanoe dalam Sidang Korupsi Bansos
"Pernyataan saudara Fara pada persidangan memperkuat pernyataan persidangan yang sebelumnya, yang menyebutkan bahwa Fara selaku admin memalsukan tanda tangan secara sadar tanpa mengungkapkan penolakan. Lalu terdapat juga permintaan dari Ketua Tenaga Ahli Pak Yohan Suryanto melalui pesan singkat WhatsApp agar Fara mengisi log harian Tenaga Ahli dilakukan dengan mengarang aktivitas harian Tenaga Ahli," ucap Pahrur dalam keterangannya, Rabu (6/3).
Pahrur menjelaskan Fara dalam persidangan juga mengungkapkan dirinya tidak diperintah oleh MAKU untuk menandatangani dokumen terkait penagihan proyek kajian pembangunan menara pemancar sinyal atau BTS 4G Kominfo.
"Sudah jelas tidak ada bukti perintah dari Saudara Mohammad Amar Khoerul Umam kepada Fara untuk menandatangani kuitansi dan logbook harian tenaga ahli," kata Pahrur.
Menurut Pahrur, bagaimana mungkin kliennya memalsukan dokumen tetapi tidak mengetahui orangnya.
"Tidak pernah dikirim elektronik Kartu Tanda Penduduk (e-KTP)-nya dan tidak pernah dikirim rekeningnya dan tidak pernah dikirim Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)-nya?," cetusnya.
Sejumlah saksi yang telah dihadirkan dalam persidangan, klaim Pahrur, justru memperkuat kliennya tak bersalah dan hanya sebagai korban.
"Memang ahli-ahli ini jadi korban karena namanya dicatut tetapi klien kami juga jadi korban. Karena bukan klien kami ini yang melakukan. Klien kami hanya tahu laporan dari bawah yakni dari admin Huved. Tetapi sekarang klien kami terseret sebagai terdakwa. Jelas para tenaga ahli ini tidak ada yang berhubungan langsung dengan klien kami. Tadi saya bilang, tidak mungkin dipalsukan tandatangan orang kalau tidak kenal dengan orangnya. Klien kami tidak tahu bentuk tandatangannya dan tidak pernah dikirimi e-KTP-nya dan tidak pernah dikirim NPWP orangnya. Jadi, tidak nyambung," tandas Pahrur.
Terkait perkara ini, Amar sebagai Kepala HUDEV UI disebut berperan memalsukan kuitansi pembayaran terkait kajian teknis proyek tower BTS 4G BAKTI Kominfo. Dari pemalsuan itu, HUDEV UI disebut menerima uang Rp 1,9 miliar.
Amar dijerat Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (jp)