RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Kekhawatiran honorer terhadap status pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) akhirnya terbukti.
Ini setelah ribuan guru PPPK belum diperpanjang masa kontraknya, padahal sudah habis sejak Januari 2024.
Kondisi ini mengingatkan masa awal pemerintah mencetuskan perekrutan PPPK pada Februari 2019 banyak penolakan dari honorer kategori dua (K2).
Honorer K2 menolak diangkat PPPK, karena takut akan diberhentikan sewaktu-waktu. Mereka ingin diangkat PNS agar bisa hidup tenang hingga pensiun. Kekhawatiran honorer K2 tersebut akhirnya terbukti.
Baca Juga: Pendaftaran CPNS 2024 Sebentar Lagi, Pembagian Belum Jelas, Honorer Sabar Dulu
Ketum Forum Guru Honorer Negeri Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia (FGHNLPSI) Heti Kustrianingsih mengungkapkan sekitar seribu guru PPPK di Provinsi Aceh kini statusnya tidak jelas.
Seharusnya mereka sudah diperpanjang kontraknya, karena per 31 Januari 2024 telah selesai perjanjian kerjanya.
Namun, yang terjadi di luar dugaan guru PPPK. Sebab, hingga 21 Februari 2024 belum ada tanda-tanda akan ada perpanjangan.
"Karena belum ada perpanjangan kontrak kerja, teman-teman guru PPPK di Aceh sejak Januari sampai hari ini tidak digaji. Ini bikin syok semua ASN PPPK, calon PPPK hingga honorer," kata Heti Kustrianingsih kepada JPNN.com, Selasa (21/2).
Dua bulan tidak gajian ujar Heti, membuat ASN PPPK hatinya sedih. Di satu sisi mereka harus bekerja maksimal mencerdaskan anak bangsa.
Sementara, sisi lainnya hak-haknya tidak diberikan.
"Masa sejak Januari enggak digaji, sedangkan mengajar tetap jalan kan," ucapnya.
Heti makin khawatir karena informasi rekan-rekannya, akan ada lagi angkatan kedua yang masa kontraknya berakhir 29 Februari 2024.
Jika angkatan pertama (31 Januari 2024) belum dibereskan, lanjut Heti, bagaimana dengan yang kedua.
Seharusnya kata Heti, pemda langsung memperpanjang secara otomatis terhadap kontrak kerja guru PPPK.
Jangan sampai membuat guru PPPK khawatir dan tidak fokus bekerja.
"Guru PPPK kan sudah dibebankan dengan berbagai kegiatan administrasi dan pembelajaran. Mengapa untuk perpanjangan kontrak kerja tidak dibikin mudah," ujar Heti.
Dia menegaskan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sudah berupaya menutupi kebutuhan guru PPPK.
Jika upaya Kemendikbudristek itu diganjal pemda karena masalah perpanjangan kontrak, sangat disayangkan.
Heti berharap kejadian di Aceh ini tidak menular pada daerah lain.
"Mudah-mudahan perpanjangan kontrak kerja secata otomatis sampai batas usia pensiun bisa disetujui KemenPAN-RB dan dituangkan dalam PP Manajemen ASN," tegas Heti.
Secara terpisah, Ketua ASN PPPK 2022 Provinsi Riau Eko Wibowo kembali menyuarakan agar kontrak kerja dihapuskan, apalagi hal tersebut sudah diusulkan langsung oleh Dirjen Guru Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbudristek Nunuk Suryani.
Pak Ekowi, sapaan akrabnya menegaskan, pemberlakuan kontrak kerja melemahkan PPPK, meskipun ASN. Pemda dalam hal ini kepada daerah berkuasa penuh dalam menentukan masa depan ASN PPPK.
"Saya khawatir guru PPPK yang tidak sejalan dengan kemauan kepala daerah tidak diperpanjang masa kontraknya," ucapnya.
Dia juga khawatir kenekatan pemda untuk tidak memperpanjang atau menahan perpanjangan kontrak kerjanya akan menjalar ke daerah lain.
Terlebih cukup banyak ASN PPPK yang masa kontraknya di bawah 5 tahun.
"Sama-sama ASN, tetapi status PPPK tak sekuat PNS, karena pemda berkuasa penuh," tegasnya.
Itu sebabnya baik Heti maupun Ekowi mendorong agar Kemendikbudristek terus memperjuangkan penghapusan kontrak kerja atau paling tidak perpanjangan kontrak secara otomatis hingga batas usia pensiun (BUP). (jp)