Palestina Mengubah Arah Sejarah Dunia

Kamis 09 Oct 2025 - 20:32 WIB

PAGI tadi pukul 6.14 wib saya menerima kabar bahwa Hamas merilis pernyataan resmi tercapainya kesepakatan mengakhiri perang di Gaza, menarik pasukan IDF, masuknya bantuan kemanusiaan dan pertukaran tahanan. Di saat bersamaan, Donald Trump di akun pribadinya di Truth Social @realDonaldTrump dengan bangga menyebut Israel dan Hamas telah bersepakat tandatangani fase 1 rencana damai. Selamat, tapi jangan buru-buru optimis. Jalan masih berliku dan ingat kebiasaan Israel yang suka bermanuver ingkar janji.

Masih tentang Taufan Al-Aqsa. Tak pernah bosan membahasnya dari berbagai sudut. Ada yang cenderung pada kronologi peristiwa yang ‘dingin’ tak bernyawa, seolah peristiwa itu terjadi ratusan atau ribuan tahun silam, padahal ia masih basah segar di pelupuk mata.

Ada yang bahas dari tinjauan fiqih jihad, apa maslahat mafsadatnya? Sampai ada pendaku ilmu dan pendakwa risalah yang mencela rakyat dan mujahidin Gaza: kalian Rafidhah sesat, khawarij ‘anjing neraka’, menjatuhkan diri ke dalam kehancuran yang dilarang agama, dan seabrek tudingan lainnya.

Kedua spesies ini lupa satu kaidah, cita-cita besar perlu pengorbanan besar. Mereka yang cuma puas jadi penonton dan pembaca di sudut layar, atau jadi mufti culas pesanan penguasa harusnya malu di depan mahkamah sejarah: mereka telah mati pada saat hati nurani dunia hidup dan bangkit dari kuburnya.

Ketika dunia dikejutkan oleh peristiwa Taufan Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, banyak yang menilainya sebagai serangan militer paling berani, brilian dan berisiko tinggi dalam sejarah konflik Israel–Palestina. Namun sesungguhnya, peristiwa itu tidak berhenti pada dimensi militer. Ia menjadi titik balik kesadaran global tentang kolonialisme modern, keadilan, dan martabat kemanusiaan.

Dalam hitungan jam, sistem pertahanan Israel yang selama ini dianggap paling canggih di dunia berhasil ditembus. Tetapi setelah itu, Gaza menghadapi kehancuran yang belum pernah terjadi dalam sejarah modern. 66.000 warga sipil gugur, 168.000 masih terkubur di bawah reruntuhan ribuan rumah dan fasilitas publik yang hancur, ratusan ribu lainnya terluka, dan seluruh wilayah Gaza nyaris terhapus dari peta kehidupan.

Ajaibnya, dari reruntuhan puing dan luka itulah lahir gelombang empati dan solidaritas internasional terbesar sejak masa perjuangan anti-apartheid Afrika Selatan. Taufan Al-Aqsa, yang oleh banyak analis disebut sebagai “mukjizat militer sekaligus tindakan berisiko tinggi”, kini menjelma menjadi badai moral dan kesadaran dunia.

Dari Perang Senjata ke Perang Kesadaran

Dalam beberapa dekade terakhir, narasi besar tentang konflik Palestina sering dikendalikan oleh media dan kepentingan politik negara-negara besar. Tetapi pasca-2023, arus itu mulai berbalik.

Demonstrasi pro-Palestina merebak di lebih dari 80 negara. Kampus-kampus ternama di Amerika dan Eropa—seperti Harvard, Oxford, dan Cambridge—menjadi pusat advokasi kemanusiaan yang menekan kebijakan luar negeri negaranya sendiri. Di media sosial, jutaan pengguna menandai akun mereka dengan bendera Palestina, menandakan bahwa dukungan terhadap kemerdekaan Palestina telah melampaui batas geografis dan ideologis.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa perjuangan Palestina bukan lagi isu politik dan keamanan Timur Tengah atau isu agama semata. Ia telah menjadi simbol universal perlawanan terhadap ketidakadilan global, sebagaimana perjuangan Vietnam melawan kolonialisme Prancis atau rakyat Afrika Selatan melawan rejim apartheid.

Memang benar — meskipun deep state (struktur kekuasaan, militer, intelijen, korporasi) di Barat belum berubah total, tapi deep society (masyarakat akar rumput, intelektual, aktivis, buruh, mahasiswa, artis, akademisi) sudah sangat berubah.

Kita melihat: Gelombang demonstrasi pro-Palestina di universitas-universitas elite AS dan Eropa. Pergeseran opini publik di Amerika Latin dan Afrika. Narasi perlawanan Palestina kini dianggap “gerakan dekolonisasi modern.”

Artinya, “Taufan Al-Aqsa” tidak hanya pertempuran fisik, tapi perang narasi global — dan pada level moral serta kesadaran, Palestina telah menang.

Pelajaran dari Sejarah Revolusi Kemerdekaan

Kategori :