LEBONG.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO -Wakil Bupati (Wabup) Lebong, Drs. Bambang Agus Suprabudi, S.Sos, M.Si menegaskan agar seluruh Satuan Tugas Perlindungan Perempuan dan Anak (Satgas PPA) yang tersebar di 11 kelurahan dan 93 desa lebih proaktif turun ke lapangan.
Langkah ini bertujuan untuk melakukan pemetaan potensi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Setiap perempuan dan anak yang ada di desa wajib dipantau kondisinya, khususnya yang rawan menjadi korban kekerasan,” tegas Wabup.
Menurutnya, pemetaan yang dilakukan secara rutin akan menghasilkan data konkret mengenai potensi kekerasan di setiap wilayah. Data valid tersebut akan sangat membantu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebong dalam melakukan langkah antisipasi maupun penanganan kasus.
BACA JUGA:Pinjam Pakai Segera Berakhir, Pemkab Lebong Ajukan Permohonan Hibah ke BPDAS
“Perempuan dan anak yang masuk kategori rawan wajib dipantau ketat. Satgas PPA sebagai garda terdepan jangan sampai lengah,” tambahnya.
Tidak hanya mendata potensi korban, Satgas PPA juga diminta mencatat potensi pelaku atau orang-orang yang berisiko melakukan kekerasan. Hal ini akan memudahkan pemerintah dalam menentukan sasaran sosialisasi anti kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Lebong termasuk salah satu daerah dengan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak cukup tinggi. Pencegahan menjadi langkah paling bijak yang harus dilakukan,” kata Wabup.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Lebong, Des Ferawati, SE menjelaskan, terdapat sejumlah kriteria perempuan dan anak yang masuk kategori rawan menjadi korban kekerasan.
Pertama, mereka yang mengalami keterbelakangan atau gangguan mental. “Orang dengan kondisi mental terganggu seringkali tidak menyadari bahaya yang mengancam, bahkan dari orang terdekatnya,” ungkap Des.
Kedua, perempuan dan anak yang tinggal di lokasi terpencil sehingga minim interaksi sosial. Kondisi ini membuat mereka lebih sulit mendapatkan perlindungan.
Ketiga, berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi lemah, anak yang diasuh bukan oleh orang tua kandung, atau yang hidup dalam keluarga pasca perceraian.
“Semua kategori ini harus dipantau secara maksimal oleh Satgas PPA di lapangan,” jelasnya.
Berdasarkan data DP3AP2KB Kabupaten Lebong, sepanjang Januari hingga Juli 2025 tercatat 13 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Tingginya angka kasus ini dinilai tidak lepas dari belum maksimalnya kinerja Satgas PPA. Padahal, dengan jumlah personel 5 orang di setiap desa, seharusnya ruang gerak pelaku semakin terbatas untuk melakukan tindakan kekerasan.