Sengketa Tabat Lebong-Bengkulu Utara Masih Deadlock, Keputusan Akhir Tunggu Putusan MK

TAPAL BATAS: Kemendagri menggelar supervisi pelaksanaan mediasi putusan sela MK terkait tapal batas Lebong-Bengkulu Utara yang dilaksanakan di Ruang Rapat Biro Hukum Gedung B Jakarta Pusat.-(ist/rl)-

RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Permasalahan sengketa tapal batas antara Kabupaten Lebong dan Bengkulu Utara masih belum menemukan titik temu atau deadlock.

Diketahui, sudah dua kali upaya mediasi dilakukan terhadap kedua pemerintah daerah tersebut, namun hasilnya belum memuaskan. Diharapkan, keputusan akhir akan ditentukan melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Mediasi pertama berlangsung pada Kamis, 6 Juni 2024. Mediasi ini difasilitasi oleh Gubernur Bengkulu, Prof. Dr. H. Rohidin Mersyah, M.MA, sebagai tindak lanjut dari putusan sela MK Nomor 71-PS/PUU-XXI/2023.

Dalam putusan tersebut, Gubernur Bengkulu diperintahkan untuk memfasilitasi penyelesaian mediasi antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebong dengan Pemkab Bengkulu Utara dalam upaya menyelesaikan sengketa batas wilayah, di bawah supervisi Kementerian Dalam Negeri. Namun, mediasi ini tidak menemukan titik temu.

Baca Juga: Raup Rp 12 M PAD Lampu Jalan, Berlaku Tahun Depan

Kemudian, pada Jumat, 14 Juni 2024, supervisi pelaksanaan mediasi putusan sela MK kembali dilakukan di Ruang Rapat Biro Hukum Gedung B Jakarta Pusat.

Mediasi ini dihadiri oleh kedua pemerintah kabupaten, namun sekali lagi berakhir dengan deadlock.

Sekretaris Kabupaten Lebong, H. Mustarani Abidin, SH, M.Si, mengatakan bahwa pihaknya menghormati setiap hasil mediasi meskipun semuanya berakhir deadlock.

"Masing-masing Kabupaten Lebong dan Bengkulu Utara memiliki argumen dan dasar untuk mempertahankan pendapatnya. Sehingga dari dua kali mediasi yang dilakukan semuanya deadlock," ujarnya.

Lebih lanjut, Mustarani menyampaikan bahwa dengan hasil tersebut, permohonan perkara nomor 71/PUU-XXI/2023 yang sebelumnya disampaikan ke MK akan kembali berlanjut dan hasilnya akan ditentukan melalui putusan MK.

"Dalam hal ini kami sudah menyerahkan sepenuhnya kepada Ihza & Ihza Law Firm yang sudah ditunjuk sebagai kuasa hukum Pemkab Lebong," tambahnya.

Diketahui, dalam permohonan Perkara Nomor 71/PUU-XXI/2023 yang dilayangkan Pemkab Lebong di MK, tidak hanya menyoal Permendagri Nomor 20 Tahun 2015 tentang Tapal Batas Lebong dengan Bengkulu Utara, melainkan juga undang-undang pembentukan Kabupaten Bengkulu Utara yang dianggap tidak tegas dalam menetapkan batas-batas wilayahnya.

Permohonan uji materi atau judicial review ini dilakukan guna mengembalikan wilayah Kecamatan Padang Bano dan sebagian wilayah 18 desa di 6 kecamatan lainnya di Kabupaten Lebong yang masuk ke dalam cakupan wilayah Kabupaten Bengkulu Utara.

Permohonan pengujian yang disampaikan ke MK terkait dengan Undang-Undang Pembentukan Kabupaten Bengkulu Utara adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat No. 4 Tahun 1956 (Lembaran Negara Tahun 1956 No. 55), Undang-Undang Darurat No. 5 Tahun 1956 (Lembaran Negara Tahun 1956 No. 56), dan Undang-Undang Darurat No. 6 Tahun 1956 (Lembaran Negara Tahun 1956 No. 57) tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Termasuk Kotapraja, Dalam Lingkungan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan, Sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1821). (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan