Makna Ijma’ dan Fatwa dalam Hukum Islam: Asal Kata, Definisi, dan Fungsinya
--
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - DALAM khazanah hukum Islam (fiqh), dua istilah yang memiliki kedudukan penting setelah Al-Qur’an dan Hadis adalah ijma’ dan fatwa. Keduanya sama-sama berperan dalam menjawab persoalan hukum yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam nash, namun memiliki cakupan dan otoritas yang berbeda.
Asal Kata dan Arti Ijma’
Secara etimologis, kata ijma’ (إجماع) berasal dari bahasa Arab ajma‘a–yuǧmi‘u–ijmā‘an, yang berarti bersepakat atau bertekad bulat. Dalam terminologi ushul fiqh, ijma’ diartikan sebagai kesepakatan seluruh mujtahid umat Islam pada suatu masa tertentu atas hukum syar’i terhadap suatu masalah.
Imam al-Syafi‘i dalam al-Risalah menulis: “Ijma’ adalah kesepakatan para ulama atas suatu ketetapan hukum yang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah.” (al-Risalah, ed. Ahmad Syakir, hlm. 359).
Dengan demikian, ijma’ berfungsi sebagai bentuk otoritas kolektif umat, bukan hasil pendapat individu. Ia menjadi sumber hukum ketiga setelah Al-Qur’an dan Hadis, karena menjamin kesinambungan prinsip-prinsip syariat di tengah perubahan zaman.
Kekuatan Hukum Ijma’
Mayoritas ulama menegaskan bahwa ijma’ bersifat mengikat (hujjah qath‘iyyah). Imam al-Ghazali dalam al-Mustashfa menjelaskan: “Barang siapa menentang ijma’, maka ia telah menentang dalil yang pasti, sebab ijma’ tidak akan terjadi kecuali atas dasar kebenaran.” (al-Mustashfa fi ‘Ilm al-Usul, juz 1, hlm. 110).
Namun, terdapat perbedaan pendapat mengenai jenis ijma’ yang mengikat. Ijma’ sharih (yang diucapkan secara tegas) diterima sebagai hujjah mutlak, sementara ijma’ sukuti (diamnya sebagian ulama) masih diperdebatkan validitasnya. Meskipun demikian, semua mazhab besar — Hanafi, Maliki, Syafi‘i, dan Hanbali — mengakui ijma’ sebagai sumber hukum yang sah.
Asal Kata dan Makna Fatwa
Adapun fatwa (فتوى) berasal dari kata aftā–yuftī–iftā’an yang berarti memberi penjelasan hukum atau solusi atas suatu masalah. Secara istilah, fatwa adalah pendapat hukum yang diberikan oleh seorang ahli (mufti) mengenai suatu persoalan syar’i yang diajukan oleh penanya (mustafti).
Dalam al-Muwafaqat, Imam al-Syatibi menyebut: “Fatwa adalah penjelasan hukum Allah yang bersifat zanni (dugaan kuat), yang disampaikan seorang alim kepada masyarakat dalam rangka memberi bimbingan.” (al-Muwafaqat fi Usul al-Syari‘ah, juz 4, hlm. 157)
Fatwa tidak bersifat mengikat secara mutlak seperti keputusan hakim (qadha’), tetapi memiliki kekuatan moral dan ilmiah. Seorang Muslim boleh mengikuti fatwa dari ulama atau lembaga yang dipercaya keilmuannya.
Karena itu, fatwa menjadi sarana dinamis dalam menjawab persoalan kontemporer seperti teknologi, ekonomi digital, dan bioetika.
Fungsi Ijma’ dan Fatwa dalam Kehidupan Hukum Islam