AJI dan ELSAM Bersikap, Tolak Soeharto Ditetapkan Pahlawan Nasional
AJI dan ELSAM Bersikap, Tolak Soeharto Ditetapkan Pahlawan Nasional-foto :jpnn.com-
JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) sepakat menolak wacana penetapan Presiden kedua RI Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. AJI dan ELSAM merasa Soeharto tidak layak menyandang gelar pahlawan menilik rekam jejak di kasus hak asasi manusia (HAM) dan korupsi era Orde Baru (Orba).
Sekretaris Jenderal AJI Bayu Wardana mengkritik sikap DPR dan menteri era Prabowo Subianto yang mendukung usulan Soeharto jadi pahlawan. Menurut Bayu, Soeharto secara moral dan fakta sejarah, tidak pantas dijadikan pahlawan dengan serentetan kasus masa silam. "Faktanya dia banyak kejahatannya Soeharto,” ujarnya kepada awak media, Jumat (7/11) dilansir dari JPNN.COM.
Bayu mencontohkan Jerman yang bersikap tegas masa kelam di bawah Adolf Hitler dan tak menjadikan pemimpin Nazi itu sebagai pahlawan. BMenurut dia, Indonesia seharusnya belajar dari Jerman untuk tidak mudah menetapkan pahlawan pemimpin yang punya masa kelam. "Jerman mana pernah ada usulan Hitler jadi pahlawan, bahkan di sekolah-sekolah dibikin museum diajarkan bahwa bangsa Jerman pernah punya masa kegelapan dan jangan sampai itu terjadi lagi. Ini kalau Soeharto jadi pahlawan bahayanya, kan, pasti masuk buku pelajaran,” ujar dia.
Bayu merasa khawatir kejahatan masa lalu Soeharto bakal dilupakan generasi penerus andai Soeharto ditetapkan pahlawan. "Ini yang kami khawatirkan juga, jangan sampai ini kita kaya kembali ke belakang. Reformasi kemudian dibajak dan mundur ke belakang kembali ke masa 70-an, 80-an, 90-an. Sangat bisa terjadi,” ucap Bayu.
Sementara itu, peneliti ELSAM Octania Wynn menyebut ada empat alasan utama mengapa Soeharto tidak layak diberi gelar pahlawan nasional. Pertama, kata dia, jejak kasus HAM berat pada masa lalu. Selanjutnya, pelanggaran prinsip demokrasi dan kebebasan sipil selama 32 tahun pemerintahannya. Ketiga, kata Octania, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) era Orde Baru yang menjalar hingga kekinian.
"Nah, yang keempat, juga perlu disadari bahwa berdasarkan UU tahun 2020, tahun 2009 tentang Gelar Tanda Jasa dan Tanda Penghormatan, Soeharto tidak dapat mewakili beberapa persyaratan terkait nilai-nilai terutama dalam hal nilai kemanusiaan, nilai keadilan, kerakyatan, dan integritas moral serta keteladanan,” kata dia.
Octania pun mengkritik ucapan Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon yang menyebut tidak ada fakta hukum terhadap pelanggaran HAM era kepemimpinan Soeharto.
"Kami menilai bahwa apa yang disampaikan Fadli Zon beberapa hari lalu merupakan bentuk tutup mata dan moral yang terus tidak berjalan," kata dia.