Pengamat: Polri Selalu Ada di Garis Depan Ketika Momen Krusial

Pengamat: Polri Selalu Ada di Garis Depan Ketika Momen Krusial-foto :jpnn.com-
JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Salah satu pengamat hukum R. Haidar Alwi menyoroti insiden demo rusuh yang terjadi pada Agustus 2025 lau. Sebagai pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), dia menilai demo tersebut bisa menjadi sejarah bagi Indonesia.
"Tragedi Agustus 2025 adalah salah satu ujian paling berat. Riak yang dipancarkan hampir berubah menjadi gelombang besar yang dapat mengguncang legitimasi pemerintahan Presiden Prabowo," ujar Haidar dalam keterangan persnya Minggu (28/9) dari jpnn.com
Namun, Haidar menilai bangsa Indonesia seringkali abai pada hal paling mendasar dalam perjalanan sejarahnya.
Siapa yang benar-benar menjaga agar rumah besar bernama Indonesia tetap berdiri kokoh ketika badai datang.
BACA JUGA:Ini yang Disita KPK Seusai Menggeledah Rumah Gubernur Kalbar Ria Norsan
"Pada saat krusial itulah Polri berdiri di garis depan, membendung arus kekacauan, menjaga agar api kemarahan tidak membakar habis fondasi negara, dan memastikan pemerintahan tetap berjalan tanpa kehilangan kendali," beber dia.
Namun, ironsinya, bangsa ini justru melupakannya dan memilih narasi sempit yang mereduksi peran Polri menjadi sekadar gagal dikarenakan ada nyawa melayang.
Dia menegaskan bahwq tidak ada yang menafikan bahwa tewasnya seorang pengemudi ojek online adalah luka dan peristiwa itu tidak seharusnya terjadi.
"Tetapi apakah sebuah institusi yang menahan keruntuhan negara layak dihakimi hanya dari satu titik peristiwa, sementara ratusan titik berhasil dalam meredam amuk massa diabaikan begitu saja?" ujar Haidar.
Dia menilai bahwq tak adil saat ribuan anggota Polri berjaga siang-malam, menghadang provokator hingga mempertaruhkan nyawa. Akan tetapi disapu bersih oleh satu narasi bahwa mereka gagal.
"Di tengah kompleksitas tragedi yang melibatkan dugaan intervensi pihak eksternal, Polri justru dijadikan kambing hitam seolah-olah mereka penyebab, bukan penyelamat," tuturnya.
Alih-alih mengucapkan terima kasih, justru muncul tuntutan politik yang ingin mengganti Kapolri, bahkan wacana "reformasi Polri" yang berpotensi menempatkan kepolisian di bawah kementerian tertentu
“Ini berpotensi bahaya. Sebab sejarah sudah membuktikan, Polri yang dikungkung di bawah kementerian adalah Polri yang kehilangan independensinya, yang tidak lagi bisa berdiri tegak sebagai pengayom masyarakat, melainkan hanya menjadi kepanjangan tangan politik,” pungkas dia.