Buku Kesaksian 23 Wartawan Kompas Ungkap Sisi di Balik Layar Jurnalisme Indonesia

Buku Kesaksian 23 Wartawan Kompas Ungkap Sisi di Balik Layar Jurnalisme Indonesia-foto :jpnn.com-

JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Buku “Kesaksian 23 Wartawan Kompas” resmi diluncurkan. Buku itu menghadirkan kisah-kisah pribadi dan pengalaman lapangan dari 23 wartawan Kompas lintas generasi.

Buku setebal 530 halaman tersebut menjadi catatan penting yang merekam peran para jurnalis Kompas sebagai saksi sekaligus pelaku sejarah bangsa dari balik meja redaksi.

Editor buku Albert Kuhon mengatakan bahwa proses pengumpulan materi telah dia mulai sejak 1988, saat dirinya sempat tidak diberi ruang menulis karena mendirikan serikat pekerja di Kompas.  Waktu “diam” itu dia manfaatkan untuk mulai mengumpulkan arsip dan data.

“Lalu pada 2017 saya mulai berdiskusi dengan senior saya, Pituar Boo, dan menyadari banyak cerita menarik yang belum pernah dituliskan. Termasuk kisah Yuskaro, wartawan yang pernah hidup di atas kapal Pinisi selama satu tahun penuh,” ujar Albert. Salah satu cerita yang menarik dalam buku ini datang dari Ace S. Madsupi, Redaktur Pelaksana Kompas 1998.

BACA JUGA:LPS Ajak Pelaku UMKM Punya Cadangan Dana Sehat

Dirinya menceritakan malam penuh ketegangan menjelang pengunduran diri Presiden Soeharto. Demi memastikan kabar tersebut, Ace keluar dari kantor dan mencari informasi langsung ke narasumber yang dipercaya: Prof. Nurcholish Madjid.

Sekitar pukul satu dini hari, dia mendapatkan kabar dari orang dekat Cak Nur bahwa Presiden Soeharto akan mundur. “Saya langsung telepon ke kantor dan headline kami putuskan: ‘Selamat Datang Pemerintahan Baru’. Itu taruhan besar.

Kalau ternyata tidak benar, bukan hanya kami bisa dipenjara, tapi Kompas bisa dibredel,” ungkapnya.

Buku ini juga mencerminkan bagaimana dunia jurnalistik berubah dari masa ke masa. Albert menyoroti hilangnya semangat menggali informasi di era digital.

“Dulu kami harus ke lapangan, bawa mesin tik, dan berjuang cari fakta. Jadi wartawan adalah pilihan, bukan pekerjaan biasa,” kata dia. Dalam acara peluncuran, hadir pula Satrio Aris Munandar, pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan wartawan senior Kompas.

Dia mengapresiasi terbitnya buku ini dan menyebutnya sebagai sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya di lingkungan Kompas.

“Setahu saya, belum pernah ada buku seperti ini dalam konteks Kompas. Wartawan Kompas cenderung low profile dan jarang menulis tentang dirinya sendiri,” ucap Satrio. Menurut Satrio, para wartawan yang menulis dalam buku ini adalah sosok-sosok berpengalaman yang tak hanya menyaksikan, tapi juga ikut membentuk sejarah pers Indonesia.

“Kompas pada masa itu bukan hanya koran dengan oplah besar, tapi juga sangat berpengaruh dan menjadi bacaan utama para pengambil keputusan,” tambahnya. Lebih dari 1.000 eksemplar Kesaksian 23 Wartawan Kompas akan dicetak dan diedarkan. Buku ini menjadi saksi sunyi atas kerja keras, idealisme, dan keteguhan hati wartawan dalam menyuarakan kebenaran dari zaman mesin tik hingga era digital.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan