Perkuat Pemahaman Hak Atas Tanah, AKAR Global Latih Petani HKm Lebong

Pelatihan: AKAR Global gelar pelatihan dalam upaya melindungi hak atas lahan petani di Hotel Pangeran Lebong.-(ist/rl)-
LEBONG.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Dalam rangka memperkuat pemahaman masyarakat terhadap hak-hak atas tanah dan sumber daya mereka, AKAR Global Inisiatif bekerja sama dengan AKAR Law Office menyelenggarakan pelatihan Free, Prior and Informed Consent (FPIC) dan negosiasi efektif.
Pelatihan ini ditujukan kepada petani Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Kabupaten Lebong, dan dilaksanakan selama dua hari, 25-26 Juni 2025, di Aula Hotel Pangeran.
Sebanyak 20 perwakilan dari Gabungan Kelompok Tani Hutan (GKTH) Biao Smatung mengikuti pelatihan ini. Mereka merupakan komunitas HKm yang tengah menghadapi konflik tumpang tindih lahan dengan wilayah kerja PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Hululais.
Pelatihan ini menjadi penting dalam meningkatkan kapasitas petani dalam menyuarakan hak mereka secara sah dan efektif.
Baca Juga: Logistik Eks Pemilu 2024 Sudah Dilelang, Segini Hasil Lelangnya
Direktur AKAR Global Inisiatif, Erwin Basrin, menekankan bahwa FPIC bukan sekadar prosedur, namun prinsip penting dalam mewujudkan partisipasi masyarakat yang setara.
"FPIC adalah instrumen krusial untuk memastikan masyarakat lokal benar-benar dilibatkan dalam proyek-proyek yang berdampak terhadap kehidupan mereka. Tanpa pemahaman FPIC, masyarakat sangat rentan terhadap praktik penggusuran atau hilangnya sumber penghidupan," jelasnya.
Para peserta dibekali pemahaman tentang dasar hukum FPIC, tahapannya, serta teknik komunikasi dan negosiasi dengan pihak perusahaan dan pemerintah.
Salah satu peserta, Edio dari GKTH Biao Smatung, mengungkapkan bahwa pelatihan ini sangat membuka wawasan.
"Kami belajar bahwa kami punya hak, dan ada cara untuk menyampaikan suara kami secara sah dan bermartabat," ujarnya.
Pelatihan ini menjadi bagian dari upaya AKAR Global Inisiatif mendorong pembangunan inklusif dan berkeadilan di Lebong, khususnya bagi kelompok-kelompok masyarakat yang sering kali tersisih dalam proses pengambilan keputusan atas pengelolaan sumber daya alam.