Perpanjangan Batas Usia Pensiun ASN Tidak Berpihak pada Honorer dan Calon PPPK

Wacana perpanjangan batas usia pensiun ASN menuai polemik. Ilustrasi.-foto: net-
JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Anggota Komisi II DPR RI Ateng Sutisna menolak perpanjangan batas usia pensiun Aparatur Sipil Negara (ASN) dan mengaitkan wacana tersebut dengan nasib honorer dan calon PPPK.
Ateng menilai, perpanjangan batas usia pensiun ASN berisiko menghambat regenerasi birokrasi, memperburuk ketimpangan struktural, serta berdampak negatif terhadap kesejahteraan ASN.
"Saya kurang sepakat dengan wacana memperpanjang usia pensiun ASN. Negara ini bukan milik pribadi. Jika Anda pemilik perusahaan, silakan bekerja sampai kapan pun. Akan tetapi, ASN bekerja untuk negara. Ada siklus yang harus dihormati," kata Ateng dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (2/6).
Bukan hanya sebagai hak untuk beristirahat, menurut dia, pensiun adalah fase yang wajar dalam siklus pengabdian seorang abdi negara, serta bentuk penghormatan atas dedikasi dan kesempatan untuk berkarya dalam ruang sosial lainnya.
"Jangan anggap pensiun sebagai kehilangan, tetapi sebagai penghormatan, serta kesempatan untuk menikmati hidup setelah bekerja keras," ujarnya.
Ateng lantas mengutip data BPJS Kesehatan (2023) yang menunjukkan bahwa beban klaim kesehatan ASN usia di atas 60 tahun mencapai 2,3 kali lipat daripada kelompok usia 40 tahun hingga 55 tahun.
Data tersebut, lanjut dia, menunjukkan bahwa memperpanjang usia pensiun justru akan meningkatkan beban negara, baik dari sisi produktivitas maupun pembiayaan kesehatan.
Selain itu, dia menyoroti pula tingginya angka pengangguran terdidik di Indonesia, khususnya pada kelompok usia muda.
"Tingkat pengangguran lulusan S-1 dan S-2 usia 20—30 tahun mencapai 12,3 persen. Jika usia pensiun diperpanjang, ruang masuk ASN akan makin sempit, dan talenta muda akan kehilangan kesempatan berkarya," tuturnya.
Dia menilai ketimpangan ASN muda saat ini yang banyak menempati posisi pekerjaan teknis operasional, sementara posisi strategis didominasi oleh senior dapat menciptakan demotivasi, bahkan potensi brain drain dalam birokrasi.
Wakil rakyat yang berada di komisi yang membidangi pemerintah dalam negeri, pertanahan, dan pemberdayaan aparatur itu juga mengingatkan bahwa rasio ASN terhadap penduduk Indonesia telah mencapai 1:127, yang melewati batas ideal internasional (PBB) sebesar 1:100.
Untuk itu, dia memandang yang dibutuhkan saat ini bukan memperpanjang masa aktif ASN yang sudah waktunya pensiun, melainkan melakukan efisiensi, digitalisasi, dan regenerasi birokrasi.
Ateng menilai wacana perpanjangan usia pensiun tidak berpihak pada nasib tenaga honorer dan calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang jumlahnya masih sangat besar dan banyak belum diangkat menjadi ASN karena keterbatasan fiskal negara.
"Kalau masa pensiun diperpanjang, ruang bagi tenaga honorer dan PPPK untuk diangkat sebagai ASN akan makin sempit. Padahal, mereka sudah lama mengabdi dan kini sedang menanti kepastian status. Ini sangat tidak adil," ujarnya.