Kasus Bully Siswa hingga Tewas di Riau, Sabam Sinaga: Sisdiknas Harus Hadir untuk Semua Agama

Anggota Komisi X DPR RI Sabam Sinaga. -Foto: Dokpri-
"Di sekolah itu perlu juga ada guru-guru, pimpinan, konseling untuk menangani anak-anak yang korban bully. Karena korban bully ini perlu ditangani, akan mengganggu mental mereka ke depan," tambahnya.
Sabam juga menekankan pentingnya kesetaraan dalam pendidikan agama meskipun sekolah-sekolah itu berbasis agama.
Anggota Fraksi Partai Demokrat itu menegaskan bahwa kehadiran guru-guru dari agama minoritas di sekolah-sekolah menunjukkan kehadiran pemerintah dan implementasi undang-undang.
"Dengan hadirnya guru-guru minoritas, sekolah apa pun itu, ya kan? Itu menandakan hadirnya pemerintah, satu. Yang kedua, menandakan bahwa implementasi undang-undang itu terwujud," ujarnya.
Sabam juga menekankan pentingnya kesetaraan dalam pelayanan pendidikan agama di daerah-daerah dengan mayoritas agama tertentu.
"Contoh di Papua atau di Manado, mayoritas non-muslim. Tetapi negara harus menyediakan guru pendidikan agama Islam jika di situ ada siswa beragama Islam. Selama ini mereka di luar kelas atau mengikuti kelas begitu saja sehingga ruang perundungan itu terjadi," tambahnya.
Korban, seorang siswa kelas 2 SD di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, meninggal dunia setelah diduga mengalami perundungan oleh lima kakak kelasnya.
Orang tua korban melaporkan bahwa anak mereka sering menjadi korban perundungan karena perbedaan suku dan agama.
Korban sempat dirawat di rumah sakit sebelum akhirnya meninggal dunia. Kasus ini menyoroti pentingnya pendidikan multikultural di sekolah-sekolah Indonesia. Pendidikan multikultural bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai toleransi, menghargai perbedaan, dan hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat yang beragam.
Dengan mengintegrasikan pendidikan multikultural ke dalam kurikulum, diharapkan siswa dapat memahami dan menghargai keberagaman budaya, suku, dan agama yang ada di Indonesia.
Implementasi pendidikan multikultural juga mencakup pelatihan bagi guru untuk mengelola kelas yang beragam secara efektif, serta menyediakan materi pembelajaran yang mencerminkan keragaman budaya dan agama.
Selain itu, penting untuk melibatkan orang tua dan komunitas dalam mendukung nilai-nilai toleransi dan inklusi di lingkungan sekolah.
Dengan langkah-langkah ini, Sabam mengharapkan kasus-kasus perundungan yang disebabkan oleh perbedaan suku dan agama dapat diminimalisir, dan lingkungan sekolah menjadi tempat yang aman dan inklusif bagi semua siswa. (jp)