Khutbah Jumat: Meraih Derajat Takwa dengan Puasa Lahir dan Batin

--
Bukankah tujuan puasa yang kita kerjakan untuk mengerem hawa nafsu agar tidak liar dan terkendali? Lalu, bagaimana tujuan ini akan terwujud jika justru saat kita berbuka, kita memuaskan hasrat hawa nafsu, sehingga segala jenis makanan kita masukan ke dalam perut? Seolah waktu buka puasa menjadi ajang balas dendam. Allah berfirman:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.” (QS. Al-A‘rāf: 31)
Keenam, puasa hati
Inilah inti dari puasa batin. Kita mempuasakan hati ini dengan menjaganya dari kotoran-kotoran hati seperti, sombong, iri hati, dengki, bangga diri, dan cinta dunia secara berlebihan.
Jamaah Shalat Jumat yang Berbahagia
Ketujuh, memposisikan hati kita antara rasa takut dan harapan
Setelah kita menuntaskan puasa, hendaknya kita menjaga hati untuk selalu berada antara rasa takut dan harapan. Takut jika puasa dan ibadah lainnya tidak diterima Allah. Namun kita juga harus optimis bahwa Allah akan menerimanya.
Imam Hasan al-Bahsri memberikan petuah bijak :
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ جَعَلَ شَهْرَ رَمَضَانَ مِضْمَارًا لِخَلْقِهِ يَسْتَبِقُونَ فِيهِ لِطَاعَتِهِ فَسَبَقَ قَوْمٌ فَفَازُوا وَتَخَلَّفَ قَوْمٌ فَخَابُوا
“Sesungguhnya Allah menjadikan bulan Ramadan sebagai arena lomba bagi makhluk-Nya untuk berlomba dalam ketaatan kepada-Nya. Ada yang maju dan menang, ada pula yang tertinggal dan kalah.”
Inilah bentuk puasa batin yang disinggung oleh Imam Ghazali. Insya Allah, kalau kita mau memahami dan mengamalkannya, kita bisa mencapai derajat sebagai orang yang bertakwa, sebagaimana hal itu menjadi tujuan ibadah puasa. (Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil)