Para Jawara Al-Qur’an pada Bulan Ramadhan

Para Jawara Al-Qur’an.-foto: net-
Dari data-data ini, ada pertanyaan yang cukup menarik: dari sekian banyak khatam Al-Qur`an itu, apa mereka sekadar berhenti pada membaca saja? Kalau dilihat dari contoh-contoh yang disebutkan tadi, rata-rata adalah orang alim yang menguasai bahasa Arab. Sangat kecil kemungkinan kalau mereka membaca Al-Qur`an tanpa pemahaman dan menadaburkan.
Dalam kitab Ihyā ‘Ulumiddīn(I/282), Imam Al-Ghazali menjelaskan kondisi salaf dalam mengkhatamkan Al-Qur`an. Ada yang setiap Jum’at sekali, sebulan sekali, setahun sekali bahkan ada yang sudah tiga puluh tahun belum juga khatam Al-Qur`an.
Intensitas khatam mereka –menurut Imam Ghazali—berdasarkan tingkatan menadaburkan Al-Qur`an. Oleh karena itu, beliau memberi nasihat penting:
فَقِرَاءَةُ آيَةٍ بِتَفَكُّرٍ وَفَهْمٍ خَيْرٌ مِنْ خَتْمَةٍ بِغَيْرِ تَدَبُّرٍ وَفَهْمٍ
“Membaca Al-Qur`an dengan pemikiran dan pemahaman, lebih baik daripada khatam tanpa menadaburkan dan pemahaman.” Senada dengan hal ini, ada juga ungkapan:
وَلَا خَيْرَ فِي عِبَادَةٍ لَا عِلْمَ فِيهَا، وَلَا خَيْرَ فِي عِلْمٍ لَا فَهْمَ فِيهِ، وَلَا خَيْرَ فِي قِرَاءَةٍ لَا تَدَبُّرَ فِيهَا»
“Tidak ada kebaikan dalam suatu ibadah yang tidak ada ilmu padanya, dan tidak ada kebaikan pada suatu ilmu yang tidak ada pemahaman di dalamnya. Dan tidak ada kebaikan pada bacaan yang tidak ada menadaburkan di dalamnya.” (Hilyah al-Auliyā, I: 77).
Dari kisah para salafush-shalih tersebut ada banyak pelajaran penting selain banyaknya mereka bisa mengkhatamkan Al-Qur`an, yaitu: mereka juga berusaha untuk meresapi dan menmenadaburkan Al-Qur`an yang mereka baca. Mengapa mereka bisa berlama-lama dengan Al-Qur`an? Apa rahasia di balik intensitas mereka dalam berinteraksi dengan Al-Qur`an.
Salah satu jawabannya adalah yang pernah disampaikan oleh Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu:
لَوْ طَهُرَتْ قُلُوبُكُمْ مَا شَبِعْتُمْ مِنْ كَلامِ رَبِّكُمْ.
“Sekiranya hati kalian suci, kalian tidak akan merasa kenyang dengan kalam Rabb kalian (Al-Qur`an.” (Ibnu Jauzi, at-Tabshirah, 380).
Rahasianya adalah hati mereka suci. Mereka membaca Al-Qur`an bukan karena pamrih duniawi, bacaannya diorientasikan untuk kepentingan akhirat. Terlebih di bulan suci Ramadhan, semangat mereka seakan meledak.
Hari-hari para ulama seolah-olah dipenuhi dengan Al-Qur`an. Maka jika para pembaca ingin menjadi jawara Al-Qur`an pada bulan Ramadhan, bahkan pada bulan lainnya, maka bisa belajar dari mereka.
Dalam membaca Al-Qur`an mereka bukan sekadar berlomba-lomba paling banyak khatam, tapi juga berusaha untuk menadaburkannya. Mereka sangat memahami tujuan diturunkannya Al-Qur`an:
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ