Hari Pertama Ramadan di Gaza, Warga Setempat Berpuasa di Tengah Reruntuhan

Suasana di Gaza.-Foto: Reuters/Doaa Rouqa via Al Jazeera-

RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Ramadan selalu disambut suka cita dan kebahagiaan, termasuk bagi warga Palestina di Gaza. Sayangnya, kegembiraan ini harus dirasakan di tengah suasana yang mencekam.

Awal Ramadan 1446 H di Gaza jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025. Masyarakat di Gaza harus menjalani ibadah di tengah reruntuhan bangunan.

Dilansir dari Al-Jazeera, Minggu (2/3/2025) masyarakat Gaza tetap semangat menyambut Ramadan dengan sukacita meskipun sebagian besar dari mereka telah kehilangan keluarga, rumah dan pekerjaan. Mereka juga harus menghadapi kenyataan bahwa masjid-masjid di daerah mereka telah hancur tak bersisa.

Kendati demikian, masyarakat Gaza tetap khusyuk menjalani puasa dan ibadah sunnah lain di bulan Ramadan. Ramadan tahun ini, Gaza berada di kondisi gencatan senjata. Tak ada suara bom dan tembakan.

Suasana Puasa di Gaza

Esraa Abo Qamar menceritakan suasana Ramadan tahun lalu lebih buruk dibanding tahun ini. Kelaparan ada di mana-mana. "Kami berpuasa seharian, hanya untuk berbuka puasa dengan sekaleng hummus atau kacang-kacangan yang dibagi untuk enam orang. Tanpa listrik, kami akan mengunyah makanan kaleng hambar itu dalam kegelapan. Kami hampir tidak bisa melihat wajah satu sama lain di seberang meja," kata Esraa.

Esraa dan keluarga besarnya juga tidak dapat berkumpul dengan sempurna karena mereka berada di lokasi yang terpencar untuk berlindung dari serangan.

Bertahun-tahun menjalani Ramadan dalam suasana mencekam, perempuan Palestina yang tinggl di Gaza ini berharap bisa mendengar suara adzan Maghrib saat berbuka puasa. Ia juga berharap bisa menjalani sholat Subuh berjamaah sebelum menjalani puasa.

Sayangnya hal ini tidak bisa dilakukan karena sebagian besar masjid telah hancur. Bahkan orang yang ingin mengumandangkan adzan, takut akan menjadi target sasaran.

Masjid Agung Omari, yang menjadi salah satu masjid terindah dan bersejarah di Gaza telah lenyap, dibom hingga menjadi puing-puing, hancur tak dapat dikenali lagi. Tempat yang dulu bergema dengan doa dan kedamaian kini berubah menjadi debu dan puing-puing.

Pada Ramadan tahun ini, kehidupan Gaza kembali menggeliat. Toko-toko dan pasar yang belum hancur telah dibuka kembali, dan pedagang kaki lima telah kembali.

Bahkan supermarket besar di Nuseirat, Hyper Mall, telah buka kembali. Sayangnya, produk yang dijual adalah produk komersial yang harganya melambung tinggi.

Menu makanan yang disantap warga Gaza untuk sahur dan buka puasa adalah makanan sederhana berupa nasi, molokhia, atau sayuran apa pun yang dapat ditemui di pasar. Harga-harga bahan makanan menjadi mahal sehingga sebagian besar warga memilih untuk makan makanan sederhana.

Dalam segala keterbatasan, warga Gaza tetap suka cita menyambut Ramadan. Bulan mulia yang menjadikan umat Islam bisa lebih mendekatkan diri dengan Allah SWT.

Tag
Share