Negara Ro-ro

RJ Lino saat menjalani persidangan.--Rakyat Merdeka--

RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Ingat Ira ingat Lino. Kalau saja kala itu presiden Indonesia sudah dijabat Prabowo Subianto, Lino rasanya akan diselamatkan seperti Ira.

Maka kita pernah kehilangan sosok direktur utama BUMN yang hebat seperti Lino.

Saya akan menulis buku tentang Lino –kelak, kalau keadaan sudah memungkinkan. Anda masih ingat: Lino adalah direktur utama PT Pelabuhan Indonesia II –sekarang sudah dilebur bersama Pelindo 1, Pelindo 3, dan Pelindo 4.

Nama lengkapnya Richard J. Lino. Kelahiran Ambon. Tapi kakek-neneknya orang Rote, NTT. Saya tidak perlu menyebutkan mengapa Lino sampai masuk penjara. Anda sudah tahu ­– setidaknya yang tampak di permukaan.

Setelah menjalani hukuman empat tahun Lino tidak bisa diam. Ia tetap kerja keras. Tidak terpengaruh oleh statusnya sebagai mantan narapidana. Rekan kerja Lino –baik di dalam maupun di luar negeri– tetap percaya pada integritasnya. Ia begitu mudah mendapatkan investor.

"Orang berprestasi akan tetap berprestasi di mana pun ia berada atau ditempatkan". Anda masih ingat siapa yang sering mengucapkan kalimat itu.

Saya sendiri masih sering kontak dengan Lino. Saya suka berdiskusi dengan orang seperti Lino. Pikirannya terbuka. Kalau bicara ceplas-ceplos. Tidak mau kompromi. Hitam bukanlah putih.

Sebenarnya Lino bisa tidak masuk penjara. Kalau ia mau kompromi. Saat itu sudah banyak yang lupa bahwa Lino adalah tersangka. Sudah lebih empat tahun sebagai tersangka tidak pernah diperiksa. Tanpa pernah diperiksa. Justru Lino yang minta agar dirinya diperiksa.

Kini, sebagai orang swasta, Lino masih terus bekerja untuk mewujudkan pemikirannya tentang Indonesia. Khususnya di bidang maritim. Kerja keras untuk itu. Badannya sehat. Masih gesit.

Inilah salah satu pikiran besarnya untuk masa depan Indonesia. Terutama di bidang logistik: "Indonesia itu diciptakan sebagai negara ro-ro by nature," katanya dua hari lalu.

Tapi ia melihat selama ini arah kelautan Indonesia tidak sesuai dengan kehendak alam itu. Jenis kapal dan pelabuhan yang dikembangkan melawan alam.

"Arah pembangunan seharusnya sesuai dengan kehendak alam," katanya. "Tapi yang dilaksanakan berdasar pemikiran proyek," ujar Lino. Yang penting ada proyek. Kian besar proyek kian semangat. Soal cocok dengan nature Indonesia atau tidak siapa yang peduli.

"Mungkin karena saya dilahirkan sebagai orang laut. Dari Ambon dengan kakek-nenek dari Rote. Pemikiran saya berangkat dari laut," katanya. "Ini beda dengan pemikiran orang yang lahir di darat," tambahnya –sambil menunjuk saya yang lahir di pedalaman Jawa.

Cara berpikir yang salah itulah, kata Lino, yang membuat biaya logistik di Indonesia termasuk yang terjelek di dunia. Paling mahal. Pun di Asia Tenggara.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan