Uang Bukan Satu-Satunya Tujuan Orang Bekerja Kreatif

--

RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - SELAMA bertahun-tahun, orang berasumsi bahwa uang adalah salah satu motivasi utama bagi karyawan bisa bertahan di sebuah perusahaan, mendedikasikan diri mereka bagi keberhasilan perusahaan, dan berusaha menghasilkan karya yang layak dicontoh.

Para manajer telah menawarkan kenaikan prestasi, bonus, dan sederet insentif keuangan di depan para karyawan mereka dengan keyakinan uang akan mamacu produktivitas lebih tinggi, mengurangi jumlah karyawan yang resign(keluar), meningkatkan kualitas produk, pelayanan pelanggan lebih baik, dan bahkan menurunkan tingkat absensi atau ketidakhadiran.

Jika uang merupakan motivator hebat, mengapa masih banyak perusahaan yang terjerumus dalam produktivitas rendah, pergantian dan rekruitmen karyawan tinggi, kualitas teap menurun, layanan pelanggan tetap mengecewakan dan tingkat absensi juga tinggi, meskipun telah menawarkan imbalan, bonus, iming-iming berupa uang pada para karyawannya?

Jawabannya sederhana: uang bukanlah satu-satunya motivator terbaik bagi sebagian besar karyawan.

Peneliti di Gallup menyusun sebuah studi berdasarkan survei karyawan, wawancara, serta analisis organisasi dan unit bisnis. Mereka menemukan bahwa uang berada di peringkat keempat dalam daftar lima alasan teratas mengapa karyawan memutuskan berhenti.

Baca Juga: Indahnya Persatuan: Saat NU dan Muhammadiyah Ajak Umat Islam Bersatu

Uang merupakan masalah yang lebih besar bagi karyawan yang tidak terlibat dan yang tidak terlibat secara aktif (masing-masing 15 persen dan 13 persen).

Sebuah riset yang dilakulan konsiltan jasa dan bisnis, SHL Consulting tentang “Studi Pekerja SHL dan Manajemen yang Baik” menanyakan pada responden apa yang menginspirasi mereka untuk bekerja lebih keras?

Studi tersebut menemukan bahwa hanya 20 persen saja pekerja yang disurvei melaporkan bahwa mereka menemukan motivasi dalam bentuk uang dan bonus.

Peneliti Susan David melakukan studi terhadap unit bisnis yang memiliki karyawan yang sangat loyal pada perusahaan. Ketika ia bertanya mereka apa yang melatarbelakangi skor keterlibatan mereka yang luar biasa, hanya 4 persen yang menyebutkan gaji.

Uang penting, tapi..

Secara alami, karyawan adalah individu yang termotivasi oleh berbagai hal. Bahkan karyawan yang sama dapat memiliki motivasi yang berubah seiring waktu.

Namun, selama lebih dari 70 tahun, hierarki kebutuhan Maslow dan model revisinya telah digunakan untuk menunjukkan apa yang memotivasi orang.

Konsep ini biasanya digambarkan sebagai piramida dengan lima hingga delapan tingkatan. Hanya setelah kebutuhan yang ditetapkan dalam tingkatan yang lebih rendah terpenuhi, motivasi untuk tingkatan berikutnya menjadi relevan.

Dalam Hirarki kebutuhan Maslow, tingkatan pertama (paling bawah) menggambarkan kebutuhan fisiologis dasar yang dibutuhkan untuk bertahan hidup. Kebutuhan ini meliputi; tidur, tempat tinggal, makanan, kehangatan, udara, dan air.

Tingkat kedua, keinginan untuk merasa aman. Ini mencakup kebutuhan seperti; bebas dari rasa takut, perlindungan dari alam, hukum dan ketertiban, stabilitas, dan keamanan.

Tingkatan ketiga, kebutuhan untuk memiliki. Mencakup; konsep-konsep “menjadi bagian suatu kelompok”, persahabatan, kepercayaan, kasih sayang, penerimaan, dan cinta.

Tingkat keempat, mencakup kebutuhan dasar harga diri. Kebutuhan ini meliputi; kemandirian, harga diri, prestasi, rasa hormat dari orang lain, gengsi, empati dan penguasaan.

Tingkat kelima mewakili kebutuhan kognitif. Ini termasuk rasa ingin tahu, eksplorasi, kebutuhan akan makna, pengetahuan, dan prediktabilitas.

Tingkat keenam pada kebutuhan akan estetika. Kebutuhan tersebut meliputi pencarian dan apresiasi keindahan, bentuk, keseimbangan, dan konsep serupa.

Tingkat ketujuh ditujukan untuk aktualisasi diri. Aktualisasi diri melibatkan pemenuhan diri, mewujudkan potensi diri sendiri, dan mengejar pertumbuhan pribadi.

Tingkatan kedelapan melibatkan diri untuk membantu orang lain sebagai bagian untuk mencapai aktualisasi diri.

Jika meninjau tingkatan tersebut, mudah untuk melihat mengapa beberapa karyawan tidak akan termotivasi oleh uang. Meski demikian, untuk memutuskan apa yang akan memotivasi karyawan yang berbeda, pemimpin perlu mengetahui masing-masing karyawannya.

Sebagai contoh, orang tua tunggal yang berjuang untuk menafkahi keluarga sambil bekerja di pekerjaan tingkat pemula mungkin menganggap uang sebagai motivator yang efektif.

Namun, begitu dia merasa yakin bahwa anak-anaknya memiliki semua yang mereka butuhkan (sudah mandiri), uang akhirnya tidak akan lagi efektif.

Apa yang Lebih Baik daripada Uang?

Terlepas dari semua perbedaannya, manusia memiliki banyak kebutuhan dan keinginan yang sama. Kebutuhan itu adalah;

Pertama, semua orang ingin merasa bahwa pekerjaan mereka dihargai.

Studi SHL juga menemukan bahwa “apresiasi atas pekerjaan” merupakan motivator yang hebat. Sekitar 17 persen responden menyatakan bahwa mendapatkan pengakuan dari perusahaan atas pekerjaan mereka, justru menginspirasi mereka untuk bekerja lebih keras.

Memberikan pengakuan atas kinerja karyawan juga dapat menjadi motivator yang kuat. Sebab pujian yang tulus akan lebih baik, tetapi bahkan pengakuan atas usaha karyawan lebih baik daripada diam saja.

Kedua, semua orang ingin melihat hasil kerja keras mereka.

Dalam buku barunya, “Payoff,” Dan Ariely, profesor psikologi dan ekonom perilaku di Duke University mengatakan, motivasi manusia sangatlah kompleks. Insentif finansial tidak mungkin dapat menjelaskan semuanya — dan faktanya, insentif finansial bisa dapat menurunkan motivasi.

Ariely dan rekan-rekannya sampai pada kesimpulan ini setelah melakukan percobaan di pabrik Intel di ‘Israel’. Hal ini diperolah setelah melakukan percobaan terhadap para karyawan yang menerima bonus karena mencapai target dan karyawan yang menerima pujian.

“Karyawan yang mengingatkan diri mereka sendiri tentang makna yang lebih besar dari pekerjaan mereka sering kali lebih bahagia dan lebih produktif,” katanya.

Ketiga, semua orang menginginkan otonomi dan leluasa

Sebuah studi yang dipimpin oleh Greg A. Chung-Yan dari University of Windsor menemukan bahwa kebebasan yang dimiliki karyawan untuk menangani pekerjaan dengan cara mereka sendiri dapat berdampak signifikan pada kinerja mereka.

Meskipun ada beberapa pekerjaan yang memerlukan kepatuhan ketat terhadap metode atau persetujuan tertentu di setiap tahap, banyak tugas dapat diselesaikan dengan berbagai cara. Membiarkan karyawan memilih metode yang paling efisien bagi mereka dapat menjadi motivator yang efektif.

Keempat, semua orang ingin tantangan Dalam studi SHL, 22 persen responden menyatakan ingin mengambil lebih banyak tanggung jawab.

Dalam studi lain Prof Dan Ariely melakukan penelitian tentang origami, sekelompok anak praktik melipat kertas menjadi bentuk binatang dari Jepang. Penelitian menemukan, ketika orang membuat origami, yang belum tentu origami menarik, mereka menyukai kreasi mereka sendiri dan sangat menghargainya. “Namun, orang lain, yang belum pernah membuat origami, tidak begitu menghargai kreasi yang sama dan tidak begitu menghargainya.”

Semakin sulit mengerjakan suatu tugas, semakin besar kebanggaan yang dirasakan orang saat menyelesaikan tugas tersebut. Umumnya, karyawan cenderung mengaitkan nilai pekerjaan mereka dengan usaha yang mereka keluarkan.

Kelima, semua orang ingin merasakan rasa memiliki. Rasa memiliki dapat datang dari menjadi anggota tim, berkontribusi pada kesejahteraan orang lain, atau merasa pas dengan budaya / kultur perusahaan.

Dalam studi SHL, motivasi yang disebutkan oleh sebagian besar responden — 26 persen — adalah dukungan rekan kerja dan budaya tempat kerja.

Adam Grant, seorang peneliti, penulis, dan profesor di Wharton College, menemukan bahwa rasa memiliki dapat meluas hingga keinginan untuk membantu orang lain.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukannya, dia menaruh tanda di tempat cuci tangan di rumah sakit. Setengah pesan mengingatkan perawat/dokter bahwa kebersihan tangan melindungi dari penularan penyakit.

Separuh pesan lain mengingatkan bahwa kebersihan tangan melindungi pasien dari penularan penyakit. Setelah mengukur jumlah pembersih tangan dan sabun yang digunakan, ia menemukan 45 persen lebih banyak digunakan di tempat yang merujuk pada pasien.

Dalam studi Gallup, karyawan yang tidak merasa terhubung (cocok) dengan misi perusahaan atau kepemimpinannya lebih cenderung mengundurkan diri dibandingkan mereka yang merasa terhubung.

Hubungan di tempat kerja dapat menjadi motivator yang kuat. Baik tindakan tersebut terwujud sebagai keinginan untuk tidak mengecewakan orang lain atau keinginan untuk melakukan bagian mereka demi kebaikan bersama, rasa memiliki meningkatkan kebahagiaan karyawan.

Berikut adalah beberapa tindakan yang dapat membantu memotivasi karyawan Anda;

• Pujian tulus secara berkala akan meningkatkan prestasi karyawan.

• Acara makan bersama/pikinik/liburan oleh perusahaan membantu membangun keakraban dan meningkatkan rasa memiliki.

• Beberapa karyawan mungkin termotivasi oleh waktu fleksibel, yang lain karena diberi kesempatan mengikuti pelatihan, dan yang lainnya lagi karena peningkatan bimbingan.

• Beri kesempatan menunjukkan apa yang mereka inginkan di perusahaan, berikan alasannya.

• Tunjukkan perhatian tulus pada karyawan, terutama terkait tujuan karier mereka. Misalnya, mendiskusikan kemungkinan jalur yang dapat mereka tempuh untuk naik jabatan di perusahaan, atau tawaran mengikuti pelatihan untuk meningkatkan keterampilan mereka.

• Pastikan mereka memahami tujuan, tenggat waktu, dan kualitas pekerjaan yang perlu mereka hasilkan, tapi biarkan mereka memutuskan urutan tugas dan metode yang mereka gunakan untuk menyelesaikannya.

• Berikan kesempatan membuktikan diri dengan memberi mereka tugas khusus yang akan menantang mereka. Jika mereka berhasil, pujilah mereka. Jika gagal, jangan dicela. Dan bagaimana jika diberi kesempatan berbeda di lain waktu, biarkan mereka mengidentifikasi kesalahan mereka sendiri.

• Kesimpulannya, ada banyak cara untuk memotivasi karyawan, tetapi bagi kebanyakan orang, uang justru bisa jadi motivator yang buruk.

• Tentu saja perusahaan tidak boleh mengakali dan tidak berusaha sungguh-sungguh memakmurkan mereka agar kehidupannya sehari-harinya disebut layak. (net)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan