RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Honorer asli bakal tersingkir dalam seleksi PPPK 2024. Penyebabnya bikin pegawai non-ASN gondok, salah satunya soal masuk atau tidak dalam pendataan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Kalau honorer yang belum masuk pendataan BKN tidak mendapatkan regulasi, maka jadi alamat buruk, karena bakal tersingkir, " kata Ketua Forum Honorer Non-kategori Dua Indonesia (FHNK2I) Tendik Sutrisno kepada JPNN.com, Jumat (10/5).
Sutrisno masih mengingat bagaimana Pimpinan Komisi II DPR RI Junimart Girsang meminta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Abdullah Azwar Anas agar honorer tercecer tidak terdata BKN bisa dimasukkan data lagi dan diikutkan rekrutmen.
"Waktu itu Pak MenPAN-RB bilang siap. Kami hanya meminta pemerintah konsisten dengan janjinya," kata Sutrisno.
Baca Juga: Semarak Pembukaan Megabuild dan Keramika Indonesia
Menteri Anas di depan pimpinan dan anggota Komisi II DPR RI, bahkan menyampaikan akan melakukan update data lagi bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta BKN.
Komisi II DPR RI pun sudah memberikan rambu-rambu agar secepatnya update data untuk honorer tercecer. Jangan sampai honorer yang benar-benar mengabdi tidak terakomodasi.
Sementara, yang bukan honorer asli alias bodong bisa masuk database karena faktor X.
Oleh karena itu, pemerintah terus didesak untuk memberikan kesempatan kepada honorer tercecer untuk mengikuti seleksi PPPK 2024.
Alasannya, honorer tercecer khususnya tenaga kependidikan (tendik) di sekolah, seperti pustakawan, penjaga, laboran, dan operator sudah lama mengabdi.
Mereka pun sudah masuk data pokok pendidikan (dapodik).
"Kalau yang tercecer tidak terakomodasi, padahal nyata sudah mengabdi dan masuk dapodik bertahun-tahun, berarti pemerintah masih belum bisa tuntaskan masalah honorer," ucapnya.
Selain itu, dia juga berharap pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) diberikan pensiun. Jangan hanya untuk ASN PNS yang masa kerjanya 20 tahun baru mendapatkan uang pensiun.
Jika aturan itu diberlakukan, berarti pemerintah membedakan PNS dan PPPK, padahal sama-sama berstatus ASN.
"Honorer pengabdiannya panjang tidak dihitung masa kerjanya saat menjadi PPPK. Dikasi nol tahun, sedangkan yang menjadi PNS tetap dihitung masa kerjanya, " ucapnya.
Sutrisno mengatakan honorer yang menjadi PPPK banyak yang usianya tidak muda lagi. Jika dihitung masa kerjanya di bawah 20 tahun hingga pensiun.
Kalau mereka itu tidak bisa mencapai masa kerja 20, masa iya dinihilkan.
"Kalau mau fair hitung masa kerja honorer sampai menjadi PPPK. Insyaallah syarat masa kerja 20 tahun untuk mendapatkan pensiun bisa tercapai, " cetusnya.
Dia menambahkan pemerintah jangan hanya berpatokan kepada PPPK muda. Guru honorer muda yang diangkat PPPK bisa tercapai masa kerja 20 tahun.
Namun, itu sama saja pemerintah tidak adil. Sebab, pemerintah hanya peduli dengan guru honorer muda yang baru berkiprah di bawah 3 tahun.
"Pemerintah harus berdiri di tengah. Jangan hanya berpihak kepada honorer muda. Honorer tua itu sudah mengabdi kepada negara belasan hingga puluhan, digaji rendah tetap setia mengabdi," pungkasnya. (jp)