RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis mendesak agar Ketua KPU Hasyim Asy'ari dicopot lantaran membolehkan pemilih membawa ponsel ke bilik suara.
"Pecat ketua KPU yang membolehkan membawa HP ke bilik suara karena bertentangan dengan PKPU No. 25 Tahun 2023 dan pemilu sudah dibajak rezim," ujar Ketua PBHI Julius Ibrani mewakili koalisi, Selasa (20/2).
Dalam siaran pers koalisi, disebutkan berbagai bentuk kecurangan maupun pelanggaran terjadi selama pelaksanaan Pemilu 2024.
Salah satunya adalah pernyataan Ketua KPU, Hasyim Asy'ari yang menyatakan boleh membawa ponsel (HP) ke dalam bilik suara.
Baca Juga: Keluarga SYL yang Menikmati Duit Korupsi Siap-siap Saja, KPK Takkan Tinggal Diam
Sementara, Peraturan KPU (PKPU) No. 25 Tahun 2023 secara tegas melarang membawa ponsel (HP) ke dalam bilik suara, apalagi melakukan dokumentasi/ perekaman.
Julius menjelaskan bahwa Pasal 25 huruf e PKPU No. 25 Tahun 2023 dirancang untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik dalam proses Pemilu di Indonesia.
"Membawa ponsel atau alat perekam lainnya ke dalam bilik suara jelas membuka pintu selebar-lebarnya bagi praktik money politics," ucapnya.
Selengkapnya, Pasal 25 huruf e berbunyi sebagai berikut: Sebelum pemilih melakukan pemberian suara, ketua KPPS: … e. mengingatkan dan melarang Pemilih membawa telepon genggam dan/atau alat perekam gambar lainnya ke bilik suara.
Koalisi menilai pernyataan ketua KPU tersebut jelas telah melanggar atau bertentangan dengan aturan yang telah ditetapkan oleh KPU itu sendiri.
Menurut Julius, ketua KPU seharusnya secara tegas menghormati dan menegakkan semua aturan terkait dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
"Pengabaian terhadap aturan ini dapat mengganggu integritas dan legitimasi proses dan hasil pemilihan serta merusak demokrasi secara keseluruhan," kata Julius.
Atas dasar hal tersebut di atas, Koalisi mendesak:
1. Ketua KPU RI, Hasyim Asy‘ari, segera dicopot dari jabatannya sebagai Ketua KPU dan dari keanggotaannya sebagai komisioner di KPU, mengingat ini merupakan pelanggaran berat dan sebelumnya dia juga sudah dijatuhi sanksi pelanggaran berat etik terakhir oleh DKPP;
2. Legitimasi Pemilu segera dipulihkan sebagai instrumen luhur kedaulatan rakyat. KPU sudah dibajak rezim begitu pula dengan proses Pemilu yang terjadi, sehingga Pemilu dan penyelenggara Pemilu tidak legitimate.
3. DPR RI segera mengevaluasi dan membentuk KPU yang baru dalam tempo sesingkat-singkatnya untuk pelaksanaan Pemilu ulang di seluruh wilayah di Indonesia. (jp)