Ketika dioleskan ke permukaan kulit, krim itu menampakkan warna kekuningan di kulit sehingga mengurangi penampilan subjek penelitian.
Krim itu lantas tidak diujikan kepada subjek. Sementara warna krim 1% yang kuning gelap tidak menampakkan bekas saat dioleskan ke kulit sehingga ia melanjutkan uji klinis hanya dengan krim berkonsentrasi 1%.
Ada 4 krim yang Surapol berikan kepada subjek penelitian, yaitu krim dasar tanpa bahan aktif, krim mengandung 1% minyak pupia, krim dengan 1% nanopartikel lipid pembawa (tanpa bahan aktif), dan krim dengan 1% minyak pupia nanopartikel.
Sebanyak 20 perempuan berusia 34—48 tahun yang menjadi subjek penelitian dilarang menggunakan kosmetik apa pun sepekan sebelum pengamatan.
Selama pengamatan, setiap subjek penelitian menggunakan krim 2 kali sehari selama 8 pekan di area siku bagian dalam dan 2,5 cm ke atas (arah bahu) serta ke bawah (arah telapak tangan).
Perubahan tekstur kulit diukur dengan alat skin visiometer.
Alat itu menyinari kulit lalu mengukur serapan cahaya.
Kulit terang lebih banyak memantulkan cahaya ketimbang kulit gelap.
Semakin banyak keriput, cahaya yang dipantulkan pun semakin sedikit.
Setelah 8 pekan perlakuan, subjek penelitian yang menggunakan krim mengandung nanopartikel minyak pupia serta subjek dengan krim yang mengandung minyak pupia mengalami perbaikan signifikan.
Anehnya subjek yang mendapat perlakuan krim plasebo maupun krim nanopartikel tanpa bahan aktif pun menunjukkan pengurangan kerutan.
Surapol menduga, hal itu lantaran krim secara umum memperbaiki kelembapan dan elastisitas kulit meskipun krim itu tidak mengandung bahan aktif apa pun.
Menurut Surapol khasiat mempertahankan keremajaan kulit itu lantaran kandungan betakaroten dan likopen—zat sejenis yang lazim dijumpai dalam wortel dan tomat.
Namun, kadar likopen dalam aril buah pupia jauh lebih tinggi.
Kadar likopen tomat hanya 31 μg per gram, sementara aril pupia mencapai 380 μg per gram.