Dalam kesempatan itu, Universitas Borobudur juga meminta pembaruan KUHAP dapat memaksimalkan peran kejaksaan sejak perkara dinyatakan mulai penyidikan.
Dia menyebutkan dalam KUHAP lama yang berlaku saat ini, jaksa baru terlibat langsung dengan penanganan perkara setelah P-21.
"Padahal jaksa seharusnya dapat mengarahkan proses penyidikan sejak awal (setelah SPDP) untuk memastikan relevansi dan kelengkapan alat bukti demi kepentingan pembuktian di pengadilan," papar Redi.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menilai urgensi atas RUU KUHAP adalah penguatan hak warga negara yang bermasalah dengan hukum, baik tersangka, termasuk saksi dan korban.
"Yang paling urgent saat ini adalah penguatan peoples di hadapan state. Peoples itu adalah tersangka yang bermasalah dengan hukum, termasuk juga saksi, korban. State, penyidik, penuntut. Peoples ini secara administrasi diwakili advokat," katanya.
Dia menjelaskan DPR dan pemerintah menganggap keberadaan KUHAP yang baru harus segera terealisasi.
Habiburokhman bahkan menyampaikan saat ini tim dari pemerintah yang akan mengharmonisasi RUU KUHAP telah ada.
"Kenapa cepat karena ini sudah emergency. Semakin lama kita berdebat menghasilkan sesuatu yang signifikan menguatkan peran peoples semakin banyak orang-orang yang menderita karena masih diberlakukan KUHAP yang existing tadi," tutur Habiburrokhman. (jp)