Rencana Allah Pasti akan Selalu Indah

Kamis 05 Sep 2024 - 22:28 WIB

RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - MENJALANI kehidupan tidak melulu sesuai dengan apa yang diharapkan. Adakala hidup penuh dengan kenikmatan, dan terkadang diterpa musibah. Suka dan duka kerap menghiasi jalan hidup seseorang tanpa melihat status sosial yang melekat pada dirinya.

Orang miskin diberi ujian yang berat, dan orang kaya merasakan hal yang serupa. Seorang ulama menghadapi berbagai cobaan dan fitnah, sedangkan orang awam tak luput dari itu semua.

Setiap orang berjalan di atas takdir masing-masing. Setiap kebaikan dan keburukan yang dilalui tidak lepas dari hikmah dan pelajaran yang berharga.

Seseorang yang menderita sakit akan menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri apabila dilihat dari sudut pandang agama. Sebab di balik suatu musibah yang dihadapi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan akan mendatangkan ampunan-ampunan Allah swt.

Dan orang yang menatap musibah dengan tatapan murka dan syak wasangka akan mendatangkan sebaliknya. Jadi, cara pandang terhadap sesuatu sangat menentukan dalam bersikap dan berpikir.

Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits shahih yang bersumber dari sahabat mulia Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah ra, dimana Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللّٰهُ بِهَا مِنْ
خَطَايَاهُ

“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan, kekhawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya.” (HR: Bukhari)

Menurut Ibnu Batthal, “Seorang muslim akan diberi balasan dari musibah-musibah dunia berupa penghapusan dosa.” (dalam Syarhu

 Shahih al-Bukhari, 9/371).

Hamzah Muhammad Qasim berkata: “Hadits ini bermakna setiap dosa seorang mukmin akan ditutup dan dihapus akibat sakit yang diderita.” (dalam Manarul Qāri, 5/195).

Makna lain yang dapat dipetik dari hadits di atas ialah gugurnya sebuah dosa tidak melulu ditandai dengan sakit yang menimpa. Rasa letih dalam mencari nafkah untuk keluarga, khawatir terhadap keselamatan anak istri, rasa sedih karena kesibukan sehingga tidak sempat beribadah dan susahnya hidup merupakan di antara penebus dosa.

Maka dalam hal ini, seorang muslim dituntut untuk bijak menyikapi setiap problematika hidup, karena bisa jadi kesusahan yang dihadapi saat itu pertanda akan mencicipi kesenangan di masa mendatang.

Hidup tak ubahnya seperti roda yang selalu berputar, terkadang di bawah dan terkadang di atas. Justeru sering kita saksikan betapa sesuatu yang tidak disukai terkadang mendatangkan kebaikan, dan acap kali apa yang dicintai pangkal segala keburukan. Allah swt telah isyaratkan itu semua dalam firman-Nya.

Allah swt berfirman:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ ࣖ ٢١٦

“Diwajibkan atasmu berperang, padahal itu kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216)

Ibnu Abbas berkata: “Sesuatu yang dibenci seperti berjihad di jalan Allah adalah suatu kebaikan karena berpotensi meraih mati syahid dan harta rampasan, sedangkan sesuatu yang disukai berupa tidak ikut berperang sesuatu yang buruk sebab jauh dari kata syahid dan tidak memperoleh rampasan perang.” (dalam Tanwirul Miqbas, 1/29) .

Mengikuti kehendak Allah swt tidak akan pernah mendatangkan kerugian baik secara materi maupun non materi, sementara menyelisihi perintah-Nya sudah pasti tidak akan berakhir kecuali keburukan.

Orang yang menyerahkan hidup matinya untuk Allah swt semata akan selalu memetik kebahagiaan. Karena rencana Allah swt pasti akan selalu indah. Orang beriman harus percaya dan yakin segala sesuatu yang dipilih Allah untuknya merupakan pilihan yang terbaik.

Maka oleh karenanya, berharap selain kepadanya sesuatu yang sia-sia. Al-Hasan bin Ali pernah berkata:

مَنْ اتَّكَلَ عَلَى حُسْنِ اخْتِيَارِ اللّٰهِ لَهُ لَمْ يَتَمَنَّ غَيْرَ مَا اخْتَارَ
اللّٰهِ لَهُ

“Barangsiapa yang bersandar kepada pilihan terbaik Allah untuknya, maka ia tidak akan mengharap selain keadaan yang Allah pilihkan untuknya.” (Ibnul Qayyim al-Jauziah, dalam Madariku as-Salikin, 175)

Tidak tercela bagi manusia untuk membuat rencana dalam menentukan suatu pilihan, tapi penting untuk diingat bahwa rencana Allah juga lah yang menentukan semua itu. Maka sebaik-baik rencana ialah rencana yang diridhoi Allah swt.

Ali bin Thalib berpesan:

مَنْ جَلَسَ عَلَى بَسَاطِ الرِّضَا لَمْ يَنَلْهُ مِنَ اللّٰهِ مَكْرُوْهٌ أَبَداً

Barangsiapa yang duduk di atas permadani ridho, maka ia tidak akan merasakan kesulitan dari Allah swt. (Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, 4/380).

Adapun maksud ungkapan di atas, siapa yang ridho menerima ketetapan Allah swt, maka segala sesuatu yang mudah diterima. (net)

Kategori :