Kejati Sulteng Diminta Tuntaskan Kasus Korupsi MTQ & Pengelolaan Anggaran Kecamatan

Aliansi Masyarakat Peduli Korupsi (AMPK) Banggai menggelar aksi demo di depan kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah (Kejati Sulteng) di Palu.-foto :jpnn.com-

PALU.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Aliansi Masyarakat Peduli Korupsi (AMPK) Banggai menggelar aksi demo di depan kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah (Kejati Sulteng) di Palu.

Aksi itu terkait dugaan korupsi dan nepotisme dalam penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat Provinsi tahun 2022 di Kabupaten Luwuk Banggai, serta penggunaan anggaran kecamatan yang diduga bermuatan politik.

Dalam orasinya, mereka menyampaikan tiga tuntutan kepada kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, yakni mengusut tuntas dugaan korupsi dan nepotisme atas penyewaan sound sistem saat pelaksanaan MTQ tingkat Provinsi 2022 yang dilaksanakan di Kab. Luwuk Banggai dengan nilai sebesar 2 milliar.

Kedua, kawal pengunaan pengolaan anggaran pelimpahan Rp 5 milliar ke setiap kecamatan dari Bupati Luwuk Banggai.

BACA JUGA:KPK Isyaratkan Skandal Demurrage Bisa Naik ke Tahap Penyidikan

“Ketiga, kasus penetapan tersangka Ariyanti B. Laha (ABL) sarat muatan politis,” kata Jalal selaku pimpinan aksi demo, Selasa (20/8) dilansir dari jpnn.com

Jalal mengatakan tindakan ini menunjukkan adanya indikasi kuat korupsi dan nepotisme yang harus segera diusut tuntas.

“Kenapa harus menyewa? Bukankah lebih baik mengadakan sendiri sound system tersebut sehingga bisa menjadi aset daerah? Ini patut diduga ada indikasi korupsi dan nepotisme,” ujar dia.

Selain menyoroti penyewaan sound system, AMPK Banggai juga menyoroti kebijakan Amirudin yang melimpahkan anggaran sebesar Rp 5 miliar ke setiap kecamatan di Kabupaten Luwuk Banggai.

BACA JUGA:Nelayan Batam Menggugat Pemilik dan Nakhoda Kapal MT Arman 114 Terkait Pencemaran Laut

PIHAKBYA mencurigai bahwa kebijakan ini memiliki motif politik yang berkaitan dengan upaya Amirudin untuk mempertahankan posisinya sebagai bupati dalam pilkada mendatang.

Menurut dia, kebijakan tersebut baru dilaksanakan menjelang pilkada, padahal program serupa tidak pernah dijalankan pada tahun-tahun sebelumnya.

Hal ini makin menguatkan dugaan bahwa program tersebut digunakan sebagai alat politik untuk memperoleh dukungan dari masyarakat di setiap kecamatan.

Massa aksi mendesak Kejati Sulteng untuk segera melakukan penyelidikan mendalam terkait kedua kasus tersebut.

Tag
Share