Kisah Pilu Pejuang Adat Mempertahankan Hak di Tengah Ketidakhadiran Negara

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara saat rayakan peringatan AMAN di TIM, Jakarta Pusat.-Foto: Humas KLHK-

Negara telah secara sadar bersikap diam dan mengabaikan serta mengambil jalan menunda nunda kewajibannya untuk melakukan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya.

Berlarut larutnya pembahasan dan pengesahan RUU Masyarakat Adat menjadi Undang-Undang adalah bukti yang tidak terbantahkan. Pengakuan negara adalah tuntutan yang sejak lama disuarakan oleh masyarakat adat.

Sejak 2009, AMAN sebagai organisasi yang beranggotakan komunitas-komunitas masyarakat adat telah melakukan berbagai upaya termasuk berdialog dengan negara agar segera membentuk UU Masyarakat Adat sebagai upaya untuk merealisasikan tuntutan pengakuan dan perlindungan negara terhadap masyarakat adat.

Setelah 15 tahun, sejak 2009 UU Masyarakat Adat tidak kunjung ditetapkan menjadi UU, AMAN dan komunitas masyarakat adat memilih untuk menggugat Presiden dan DPR RI karena dianggap tidak melaksanakan tugas dan wewenang yang diberikan oleh UUD 1945 untuk membentuk UU, dalam hal ini UU masyarakat adat. Gugatan ini dilakukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.

Gugatan ini bertujuan agar DPR RI dan Presiden RI melaksanakan kewajibannya memberikan pengakuan dan perlindungan nyata terhadap Masyarakat “Apa artinya situasi yang terjadi saat ini? Kami (masyarakat adat) terusir dan tersingkir dari tanah leluhur yang diwariskan ratusan bahkan ribuan tahun lalu, jauh sebelum negara ini terbentuk. Fakta tersebut tidak dipandang serius oleh negara, malah diperumit dengan persyaratan yang pada faktanya berimbas minimnya perlindungan dan pengakuan terhadap kami," tegas Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

Sebagaimana diketahui bersama, proses gugatan masyarakat adat kepada DPR RI dan Presiden RI untuk segera membentuk Undang-Undang Masyarakat Adat telah memasuki tahapan pembuktian.

Untuk keperluan tahapan ini, dihadirkan bukti surat, saksi fakta dan juga keterangan ahli dari semua pihak untuk didengar oleh majelis hakim. Sebagai pihak Penggugat, selain AMAN, permohonan gugatan berasal dari komunitas masyarakat adat Ngkiong di Kabupaten Manggarai, masyarakat adat Osing di Banyuwangi, dan masyarakat adat O Hongana Manyawa, Halmahera.

Sedangkan saksi fakta berasal masyarakat adat Dayak Iban, Semunying Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat; perwakilan komunitas Dayak Tomun, Laman Kinipan Lamandau Kalimantan Tengah; Perwakilan masyarakat adat Rendubutowe, Nagekeo NTT; perwakilan masyarakat adat dari Manggarai, NTT; dan pendamping komunitas masyarakat adat O Hongana Manyawa Tobelo Dalam dari Maulu Utara.

"Mengakui atau menghormati masyarakat adat bukan saja sekedar menghargai tarian, makanan, motif pakaian. Lebih dalam dari itu, yang kami tuntut dan yang seharusya dilakukan negara adalah pengakuan dan perlindungan terhadap identitas budaya dan hak-hak kami sebagai masyarakat adat termasuk diantaranya hak atas wilayah adat, dan hak untuk mengatur diri kami sendiri," jelas Rukka Sombolinggi. (jp)

Tag
Share