Pemerintah Perlu Bentuk Regulasi yang Membatasi Penyebaran Ideologi HTI
Ketua Prodi Kajian Terorisme SKSG UI Muhamad Syauqillah.-Foto: Supplied-
RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Pembubaran HTI yang dilakukan oleh pemerintah sebenarnya bukan solusi tuntas. Sebab, organisasi tersebut masih bisa berkamuflase lewat gerakan bawah tanah dalam melakukan penyebaran paham ideologi yang berbeda dengan Pancasila.
Belum lama ini sempat viral di media sosial X yang diduga organisasi HTI menggelar acara berkedok Metamorfoshow di TMII pada Sabtu, 17 Februari 2024.
Ketua Prodi Kajian Terorisme SKSG UI Muhamad Syauqillah pun menyoroti pentingnya tidak terlena dengan tren penurunan angka kejahatan terorisme, karena pemikiran radikalisme dan ekstremisme masih mengancam ideologi Pancasila dan keutuhan NKRI.
"Apakah dengan putusan membubarkan organisasi tersebut lalu kemudian pergerakan HTI berhenti? Pada faktanya beberapa waktu yang lalu ada event yang cukup besar di salah satu kawasan di Jakarta di Taman Mini yang kemudian menyebarkan pemahaman yang tidak jauh berbeda dengan HTI pembicaranya juga merupakan pentolan dari HTI," kata Syauqillah, Jumat (8/3).
Baca Juga: Tingkatkan Kontribusi, RUPST Bank Mandiri Sepakat Bagikan Dividen Rp 33,03 Triliun
Untuk itu, Syauqillah kembali mengingatkan pemerintah untuk selalu waspada dengan kebangkitan kelompok HTI yang muncul memanfaatkan sejumlah momen.
Hal itu dibuktikan dengan hadirnya ribuan orang pada acara beberapa waktu lalu yang tentunya menjadi sinyal kuat bahwa organisasi tersebut masih eksis.
"Jadi, apa yang harus dilakukan negara, pertama mungkin ini menjadi PR bersama, sebab dari sisi regulasi penyebaran ideologi yang berlainan dengan Pancasila yang sifatnya bertentangan dengan ideologi negara itu masih belum tercover dengan baik," katanya.
"Kita sudah sepakat pada 1945 Indonesia berdasarkan Pancasila dan NKRI artinya dengan konsepsi besar itu maka tidak ada satu mekanisme ijtihad yang lain atau dalam bahasa ulama yang kemudian menawarkan konsepsi yang baru," sambungnya.
Syauqillah menekankan bahwa pemerintah juga perlu meningkatkan ketegasan terhadap kampanye yang bertentangan dengan Pancasila.
Jika perlu, kata dia, membuat aturan khusus untuk melarang penyebaran ideologi anti-Pancasila.
Pasalnya, dalam era bebas bermedia sosial, netizen, khususnya perempuan dan anak muda, sangat rawan terpapar paham-paham dari kelompok radikal.
"Saya rasa perlu dilakukan dan kongkritnya seperti apa regulasinya harus jelas pertama negara harus melakukan satu upaya perumusan regulasi yang membatasi penyebaran ideologi yang seperti ini," ujar Syauqillah.
Dia mengatakan jika ada ideologi lain yang bersentuhan dengan ranah negara, maka negara harus ambil sikap seperti apa yang menurut saya penyebaran ideologi yang seperti ini perlu diatur.
"Atau dalam bahasa yang tegas kita harus melarang konsepsi penyebaran ideologi bernegara yang berlainan dengan Pancasila," katanya.
Syauqillah juga berharap agar pemerintah bergerak cepat dalam melakukan hal antisipasi membendung masalah yang terjadi saat ini. Untuk langkah awal bisa melalui edukasi kepada ormas-ormas dan generasi muda.
"Kita perlu edukasi kepada ormas-ormas keagamaan melalui MUI melalui Muhammadiyah dan berbagai macam ormas yang ada dan ini sangat penting. Edukasi yang dilakukan juga harus menyesuaikan apa yang ada di audience, kalau misalnya generasi muda maka disesuaikan edukasi itu dengan gaya dan pola generasi muda jadi ini yang menurut saya jadi tantangan untuk kita semua ke depan," katanya. (jp)