Gawat, 2 Juta Anak Alami Gangguan Mental

ilustrasi-foto :jpnn.com-

JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani mengaku mendapatkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yang menyebutkan lebih dari dua juta anak di Indonesia mengalami gangguan kesehatan mental. Netty mengungkapkan, jumlah tersebut sekitar 10 persen dari total 20 juta jiwa yang menjalani layanan pemeriksaan kesehatan jiwa gratis dari Kemenkes. "Anak-anak yang mengalami tekanan mental adalah generasi masa depan bangsa. Jika tidak segera ditangani, berisiko kehilangan potensi besar mereka,” ujar Netty dikutip Minggu (2/11). 

Menurut Netty, temuan dari Kemenkes ini merupakan peringatan serius bagi seluruh pihak untuk memberikan perhatian lebih terhadap kesehatan jiwa anak dan remaja. “Angka ini bukan sekadar data statistik, tetapi sinyal darurat sosial yang harus ditanggapi bersama," tegasnya. Netty mengaku mengapresiasi langkah Kemenkes yang telah membuka data dan menyediakan layanan konseling daring untuk membantu masyarakat mengakses dukungan psikologis secara mudah dan anonim. Namun, legislator PKS ini menilai upaya tersebut perlu diperkuat dengan pendekatan yang lebih sistematis, berkelanjutan, dan menjangkau hingga pelosok daerah. “Layanan daring sangat membantu, tetapi belum semua anak memiliki akses internet. Pemerintah perlu memperkuat layanan konseling di sekolah, puskesmas, dan komunitas agar lebih inklusif,” katanya.

Netty berharap Kementerian Kesehatan dapat menjelaskan lebih rinci cakupan dan validitas data yang dirilis terkait jumlah anak dengan gangguan mental, agar publik memahami konteksnya secara utuh. “Transparansi data akan membantu publik melihat persoalan ini dengan lebih tepat. Penjelasan tentang metode, cakupan, dan validitas data sangat penting, bukan untuk meragukan hasil, tetapi agar bisa bersama-sama menentukan langkah intervensi yang paling efektif,” ujarnya. Netty menilai bahwa dengan penjelasan yang lebih komprehensif, semua pihak akan memiliki dasar yang kuat dalam merancang program pencegahan dan pendampingan anak. “Anak-anak sekarang hidup di era tekanan digital dan ekspektasi sosial yang tinggi. Oleh sebab itu, perlu membangun budaya komunikasi yang hangat di keluarga dan sekolah agar anak merasa aman untuk bercerita dan meminta bantuan,” jelasnya.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan