Masa Idah

Catatan Dahlan Iskan tentang dinamika Pemilu Pakistan.-Foto: net-

RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - SEDIH. Ekonominya begitu sulit tapi fokus nasionalnya Pemilu (lagi).

Pemilunya besok lusa, 8 Februari 2024.

Pemilunya pun ruwet.

Partai yang ikut Pemilu begitu banyak: 167 partai. Masih ditambah lagi independen. Total lebih 5000 caleg untuk merebut 266 kursi parlemen.

Anda sudah tahu: itulah Pakistan.

Politik di negara itu begitu tidak stabil. Pemerintah berganti begitu seringnya. Ekonominya masih bisa berjalan hanya karena di-bailout Dana Moneter Internasional (IMF). Inflasinya, ampun-ampun, 30 persen. 

Tapi rakyatnya asyik. Demokrasi telah membuat kebebasan rakyat menjadi hiburan di kala susah.

Di Pemilu lusa pun dijamin tidak akan ada partai yang menang secara mayoritas. Pemerintah baru nanti sulit dibentuk –beberapa partai harus berkoalisi. 

Koalisi di sana begitu rapuh. Seperti yang dialami pemerintahan Shehbaz Sharif kemarin. Koalisi retak. Shehbaz harus meletakkan jabatan.

Baca Juga: Ulang Tahun

Sejak Agustus lalu, di tengah ekonomi yang morat-marit, Pakistan harus dipimpin seorang pejabat perdana menteri. Tugas utamanya pun hanya untuk melaksanakan Pemilu. 

Menjelang pemungutan suara sekarang ini ada dua putusan yang mengejutkan. Mahkamah Agung Pakistan mencabut larangan berpolitik seumur hidup. Itu seperti ucapan selamat datang kepada kakak Shehbaz yang baru pulang dari pengasingannya di London: Nawaz Sharif. 

Tiga tahun lalu Nawaz dapat izin meninggalkan penjara untuk berobat ke London. Lalu tidak mau pulang. Betapa kuat Nawaz di bidang politik. Ia bisa meninggalkan penjara saja sudah hebat. Lalu bisa tetap tinggal di London sambil menunggu politik dalam negeri berubah.

Nawaz memang dekat dengan kalangan militer –yang dapat anggaran 15 persen dari APBN Pakistan. Sedang perdana menteri yang lagi berkuasa saat itu, tidak dapat dukungan militer: Imran Khan –pemain nasional kriket yang legendaris. Di masa jayanya kriket Pakistan juara dunia.

Tag
Share