KPK Dalami Dugaan Korupsi Kuota Haji, Panggil Wasekjen GP Ansor dan Bos Sucofindo

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan tindak pidana korupsi terkait penyelewengan kuota haji periode 2023–2024.-foto: net-

JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan tindak pidana korupsi terkait penyelewengan kuota haji periode 2023–2024. Penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap delapan orang saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Kamis (4/9).

Pemeriksaan kali ini menyasar berbagai kalangan, mulai dari pejabat BUMN, pengurus organisasi kemasyarakatan, hingga pimpinan asosiasi travel haji.

Di antara para saksi yang dipanggil adalah Zainal Abidin selaku Komisaris Independen PT Sucofindo dan Syarif Hamzah Asyathry yang merupakan salah satu Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pimpinan Pusat GP Ansor periode 2024–2029.

KPK juga memanggil pihak asosiasi travel, yakni Syam Resfiadi yang menjabat sebagai Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi).

Turut diperiksa pula nama-nama lain seperti Muhammad Al Fatih dan Juahir dari Kesthuri, dua pejabat dari Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag Rizky Fisa Abadi dan M. Agus Syafi’, serta Firda Alhamdi selaku pegawai PT Raudah Eksati Utama.

"Hari ini, penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi dugaan tindak pidana korupsi terkait penyelenggaraan ibadah haji," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya.

Pemanggilan para saksi ini merupakan bagian dari pengembangan penyidikan setelah KPK memeriksa mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, pada Senin (1/9).

Dalam pemeriksaan tersebut, KPK mendalami kebijakan diskresi Yaqut yang mengubah alokasi kuota tambahan haji sebanyak 20 ribu jemaah.

Menurut KPK, kebijakan yang membagi rata kuota tersebut menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus secara terang-terangan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.

Seharusnya, alokasi kuota mengikuti rasio 92% untuk haji reguler (18.400 jemaah) dan 8% untuk haji khusus (1.600 jemaah).

"Saksi [Yaqut] didalami bagaimana proses dan argumentasi terkait pembagian kuota tambahan 20.000 yang dibagi 50:50, sedangkan secara aturan 92:8 persen," jelas Budi.

Penyimpangan alokasi ini diduga membuka celah korupsi, di mana kuota haji khusus yang membengkak dari jatah haji reguler diperjualbelikan.

KPK mengindikasikan adanya aliran dana dari pihak travel haji kepada oknum di Kementerian Agama dengan besaran fee antara 2.600 hingga 7.000 dolar AS per kuota.

Akibat praktik ini, negara ditaksir mengalami kerugian mencapai lebih dari Rp1 triliun. Dalam upaya pemulihan aset, tim penyidik telah menyita uang tunai senilai 1,6 juta dolar AS (sekitar Rp26,29 miliar), empat unit mobil, serta lima bidang tanah dan bangunan. Hingga saat ini, KPK belum mengumumkan tersangka dalam kasus ini. (jp)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan