KPK, Mabes Polri dan Kementerian ESDM Diminta Tindak Tegas PT Hakian Wellem Rumansi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ilustrasi.-foto: net-

Penghentian

Tommy mengatakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia telah menerbitkan Surat Perihal Penghentian Pelayanan Aspek Teknis dan Lingkungan pada tanggal 25 Oktober 2023.

Hal itu terkait ketidakmampuan perusahaan tambang tersebut untuk melengkapi syarat-syarat pengelolaan, eksplorasi, produksi dan paska produksi.

Sebelumnya, Kementerian ESDM telah menerbitkan Surat Perihal: Surat Penolakan Persetujuan RKAB IUP Operasi Produksi Nomor 302 Tahun 2015 tetanggal 30 November 2015.

Surat dari Kementerian ESDM RI tersebut ditujukan kepada Direksi PT Hakian Wellem Rumansi beralamat di Gedung Office 8 Level 18-A, Jalan Senopati No. 8 Kawasan SCBD, Senayan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190 pada tertanggal 7 Januari 2025.

Inti surat tersebut menyebutkan berdasarkan hasil evaluasi Kementerian ESDM, permohonan persetujuan RKAB Operasi Produksi Tahun 2024 sampai Tahun 2025 oleh PT Hakian Wellem Rumansi “Tidak Dapat Kami Setujui.’

“Akan tetapi, meskipun permohonan RKAB Operasi Produksi ditolak oleh Kementerian ESDM RI, sampai saat ini Juli 2025 ini, Perusahaan masih melakukan kegiatan pertambangan,” ujar Tommy.

Sebelumnya, berdasarkan dokuman yang ada, Kementerian ESDM RI menerbitkan Surat Penghentian Pelayanan Aspek Teknik dan Lingkungan pada tanggal 25 Oktober 2023 ditujukan kepada  Direktur Utama PT Hakian Wellem Rumansi.

Hal itu untuk menindaklanjuti Surat Peringatan Ketiga tanggal 6 Oktober 2023 di mana Perusahaan belum menyelesaikan tindak lanjut terkait Berita Acara Pembinaan.

“Jadi, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menghentikan Pelayanan  Aspek Teknik dan Lingkungan,” ujar Tommy.

Menurut Tommy, meskipun secara administrasi dan Aspek Teknik telah dihentikan dan ditolak RKAB Operasi dan Produksi oleh Kementerian ESDM RI yang berwenang, namun, PT HWR tetap melakukan kegiatan pertambangan secara sporadis bahkan makin brutal tanpa memerhatikan keselamatan, kerusakan lingkungan dan menyebabkan konflik sosial dengan masyarakat sekitar wilayah pertanbangan.

Sementara itu, aktivis Pemuda Desa Ratatotok Deddy Rundengan mengatakan sebagai masyarakat yang tinggal dan bermukim di wilayah pertambangan, dirinya melihat aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT Hakian Wellem Rumansi telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah dan memicu pertentangan dengan masyarakat karena adanya dugaan penyerobotan dan pengambilan material tanah mengandung emas.

“Kami, masyarakat sekitar wilayah tambang selalu diusir oleh pihak oknum TNI yang menjaga keamanan di Perusahaan HWR. Bahkan pada 13 Mei 2024 lalu, pihak keamanan dengan senjata laras panjang membuang tembakan untuk menakut-nakuti warga yang menjaga Perkebunan. Pada bulan awal Bulan Juli 2025, oknum aparat keamanan juga dengan membawa nama Petinggi TNI di Sulut, viral karena menakut-nakuti warga yang mencoba mendekat di wilayah / tanah tesebut,” ungkap Deddy.

Lakukan Penyelidikan

Menanggapi hal itu, Praktisi Hukum Dr. Steven Y Pailah, S.H menilai PT Hakian Wellem Rumansi yang beroperasi sudah hampir 10 tahun di lahan peninggalan Newmont di Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara seharusnya tidak lalai/abai dalam memenuhi persyaratan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan