Efek BPA Kian Mengkhawatirkan, Pemerintah Diminta Percepat Regulasi Galon Guna Ulang

Efek BPA Kian Mengkhawatirkan.-foto: net-

JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Kekhawatiran terhadap bahaya Bisphenol A (BPA) dalam kemasan plastik polikarbonat, termasuk galon guna ulang, kembali mencuat setelah sejumlah riset global menemukan potensi dampak kesehatan yang semakin serius.

BPA diketahui memiliki sifat menyerupai hormon estrogen yang dapat memicu gangguan kesehatan seperti kanker, obesitas, gangguan perilaku anak, serta masalah kesuburan.

Di Indonesia, penggunaan plastik polikarbonat paling banyak ditemukan pada galon guna ulang air minum.

Sejumlah penelitian membuktikan bahwa senyawa BPA dari galon tersebut dapat bermigrasi ke dalam air, terutama jika terkena paparan sinar matahari langsung, suhu tinggi saat distribusi, penggunaan berulang, atau pencucian dengan cairan pH tinggi.

Melihat potensi bahayanya, Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) menurunkan ambang batas asupan harian BPA secara drastis menjadi 0,2 nanogram per kilogram berat badan per hari.

Angka ini 20.000 kali lebih ketat dibanding ketentuan sebelumnya, dan mendorong Uni Eropa melarang total penggunaan BPA pada seluruh kemasan pangan dan minuman mulai Januari 2025.

Sementara itu, Indonesia masih memberikan masa transisi cukup panjang. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hanya mewajibkan label peringatan “Berpotensi Mengandung BPA” pada galon guna ulang berbahan polikarbonat, dengan masa tenggang hingga April 2028.

Dalam uji post-market 2021–2022, BPOM mencatat 47 persen sampel galon menunjukkan migrasi BPA dalam rentang 0,005 hingga 0,6 mg/kg.

Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) menilai kebijakan tersebut terlalu lamban dan mendesak pemerintah mempercepat masa tenggang pelabelan menjadi dua tahun saja.

“Indonesia sudah sangat tertinggal. Kesehatan konsumen harus diprioritaskan, jangan hanya melindungi kepentingan produsen," ujar David Tobing, Ketua KKI, dalam keterangannya, Selasa (15/7).

Beberapa negara lain telah bertindak lebih progresif. Kanada sejak 2008 telah mengklasifikasikan BPA sebagai bahan kimia beracun.

Prancis, Belgia, Swedia, dan Tiongkok juga telah melarang penggunaan BPA dalam kemasan pangan dan minuman secara menyeluruh.

Riset terbaru di Kenya tahun 2024 bahkan menemukan bahwa seluruh sampel kemasan polikarbonat—baik baru maupun bekas—melampaui ambang batas aman versi EFSA sebelumnya.

Temuan ini memperkuat argumen bahwa plastik polikarbonat tidak lagi layak digunakan sebagai wadah makanan dan minuman karena risiko BPA yang tak bisa diabaikan. (jp)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan