Dari Arafah ke Asyura: Dua Titik Ketaatan

Puasa Arafah dan Asyura.-foto: net-

Untuk membedakan dengan kaum Yahudi, Rasulullah ﷺ bersabda:

لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ

“Jika aku masih hidup hingga tahun depan, sungguh aku akan berpuasa pada hari kesembilan (Tasua).” (HR. Muslim, no. 1134)

Meskipun beliau wafat sebelum sempat melaksanakannya, para ulama menyunnahkan puasa:

    Tanggal 9 dan 10 (Tasua & Asyura), atau

    Tanggal 10 dan 11

    Minimal: tanggal 10 saja (Asyura)

Hikmah Kesinambungan Dua Puasa Ini

Puasa Arafah dan Asyura menunjukkan kesinambungan risalah kenabian: dari Nuh dan Musa hingga Muhammad ﷺ. Ini menjadi bukti bahwa Islam menghormati sejarah kenabian terdahulu sekaligus memperkuat identitas umat Islam dengan penyesuaian syariat yang lebih sempurna.

Menariknya, Rasulullah ﷺ tidak melaksanakan puasa Arafah saat Haji Wada’ karena beliau sedang wukuf. Ini isyarat penting bahwa puasa ini bukan wajib, tetapi sunnah yang sangat dianjurkan.

فَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Maka ikutilah dia (Nabi Muhammad), agar kamu mendapat petunjuk.”(QS. Al-A’raf: 158)

Penutup

Mari kita isi dua momentum ini — puasa Arafah dan Asyura — sebagai penutup dan pembuka tahun yang penuh ketaatan. Karena sebagaimana awal dan akhir ditulis dengan kebaikan, maka di antara keduanya pun akan penuh dengan rahmat Allah. (net)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan