Ingin Kurban untuk Orang Tua yang Sudah Meninggal? Simak Aturan Fikihnya

ILUSTRASI HEWAN QURBAN-foto :tangkapan layar-
koranradarlebong.com- Setiap tahun, umat Islam menyambut bulan Dzulhijjah dengan penuh semangat, salah satunya melalui pelaksanaan ibadah kurban.
Namun, muncul pertanyaan penting di kalangan masyarakat: bagaimana hukum berkurban atas nama orang yang telah meninggal dunia?
Apakah diperbolehkan dalam syariat Islam? Jawaban atas pertanyaan ini ternyata beragam, tergantung pada mazhab atau pandangan ulama yang dianut.
Menurut mazhab Syafi’i, kurban atas nama orang yang telah meninggal tidak diperbolehkan kecuali jika orang tersebut semasa hidupnya telah mewasiatkan kurban.
BACA JUGA:Penduduknya 100 Ribu, Muslimnya Hanya 400-an Orang, Mereka Amat Memerlukan Markas Pembinaan Mualaf
Imam Nawawi dalam kitab Minhaj ath-Thalibin menegaskan bahwa tidak sah berkurban atas nama orang lain, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat, tanpa izin atau wasiat sebelumnya.
Ini menunjukkan bahwa kurban merupakan ibadah personal yang membutuhkan niat dan persetujuan dari yang bersangkutan.
Sebaliknya, mazhab Hanafi dan Hambali membolehkan kurban untuk orang yang sudah meninggal secara mutlak.
Mereka berpandangan bahwa kurban termasuk dalam kategori sedekah, yang pahalanya dapat disalurkan kepada orang yang telah wafat.
Pendapat ini juga didukung oleh Abu al-Hasan al-Abbadi dan dijelaskan dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, bahwa sedekah atas nama orang yang meninggal sah berdasarkan ijma’ ulama.
Menariknya, mazhab Maliki menilai kurban atas nama orang yang sudah meninggal sebagai makruh, bukan haram.
Maka dari itu, umat Islam yang ingin melaksanakan kurban untuk orang tuanya atau keluarga yang sudah wafat perlu mempertimbangkan mazhab yang diyakininya, serta memastikan bahwa niat dan pelaksanaannya sesuai dengan syariat.
Walaupun kurban hukumnya sunnah, pemahaman yang tepat mengenai hal ini penting agar ibadah yang dilakukan tidak sia-sia.