Antara Idealisme dan Realitas dalam Pandangan Islam

Antara Idealisme dan Realitas.-foto: net-
وَيُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِ بِاِ ذْنِهٖ وَيَهْدِيْهِمْ اِلٰى صِرَا طٍ مُّسْتَقِيْمٍ
“Dia (Allah) mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya dengan izin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS. Al-Ma’idah: 16).
Kedua, maqam “itsbatul ahwal as-shalihah”, yaitu menetapkan dan mengukuhkan kebaikan-kebaikan yang telah diikuti manusia. Inilah yang disebut dengan “al-ma’ruf”.
اَلَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الرَّسُوْلَ النَّبِيَّ الْاُ مِّيَّ الَّذِيْ يَجِدُوْنَهٗ مَكْتُوْبًا عِنْدَهُمْ فِى التَّوْرٰٮةِ وَا لْاِ نْجِيْلِ يَأْمُرُهُمْ بِا لْمَعْرُوْفِ وَيَنْهٰٮهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبٰٓئِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ اِصْرَهُمْ وَا لْاَ غْلٰلَ الَّتِيْ كَا نَتْ عَلَيْهِمْ ۗ فَا لَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِهٖ وَعَزَّرُوْهُ وَنَصَرُوْهُ وَ اتَّبَـعُوا النُّوْرَ الَّذِيْۤ اُنْزِلَ مَعَهٗۤ ۙ اُولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang beruntung.” (QS. Al-A’raf 7: 157).
Bahaya Pragmatisme
Di sinilah peran penting idealisme dalam perjuangan. Idealisme bukan mimpi kosong atau gagasan utopis yang terlepas dari kenyataan.
Ia adalah prinsip kokoh yang menjadi kompas penuntun, agar langkah perjuangan tetap lurus, tidak menyimpang, dan tidak tergoda oleh rayuan dunia.
Idealisme menjaga ruh perjuangan tetap teguh meski diterpa badai. Inilah teladan yang dicontohkan para pendahulu kita yang konsisten memegang kebenaran meski realitas tidak mendukung.
Sebaliknya, pragmatisme seringkali hadir sebagai jebakan yang tampak cerdas. Ia menawarkan jalan pintas, kompromi strategis, dan retorika maslahat, namun di balik itu semua, ia menyimpan potensi pembelokan dari nilai-nilai luhur.
Ketika tujuan yang benar dicapai dengan cara yang menyimpang, maka yang tercoreng bukan hanya metode, tapi juga nilai perjuangan itu sendiri.
Syaikh Muhammad Ismail, menyebutkan dalam kitabnya “Al-Fikru Al-Islami, ide relativisme dalam perjuangan ini baru muncul di abad 19 yang kemudian menjadi makanan empuk para penjajah untuk semakin menjajah umat Islam.
Karenanya, pragmatisme yang menghalalkan segala cara bisa menggerogoti idealisme dan membuka pintu penyimpangan. Karenanya, prinsip dan keteguhan pada nilai-nilai Islam harus menjadi pondasi utama perjuangan.
Akhirnya, idealisme Islam adalah cahaya yang menuntun di tengah gelapnya zaman. Ia menguatkan hati para pejuang, menjaga keikhlasan, dan memastikan bahwa langkah mereka selalu berada di jalan yang benar.
Dengan visi yang jernih, prinsip yang kuat, dan keberanian menyuarakan kebenaran, umat ini akan mampu mengubah realitas menuju kemuliaan. Wallahu A‘lam bish-Shawab. (net)