Tanggapi Proses Praperadilan, Praktisi Hukum Nilai KPK Bekerja Atas Dasar Pesanan
![](https://radarlebong.bacakoran.co/upload/07ce8a6a89a35dd6873f70da6bf58e08.jpg)
Pemerhati politik Saiful Huda Ems.-foto: net-
JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Analis politik Saiful Huda Ems (SHE) membeberkan tiga fakta nyata yang menunjukkan bahwa ada oknum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menarget Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto untuk dijadikan tersangka. Dengan kata lain Hasto dikriminalisasi oknum KPK.
Saiful Huda menjelaskan tiga hal yang menunjukkan upaya kriminalisasi itu dilakukan dengan memakai kasus suap Harun Masiku. Adapun Hasto yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK melakukan Praperadilan dan sedang disidangkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Perkara suap Harun Masiku yang menyeret-nyeret nama Hasto Kristiyanto itu hanyalah upaya kriminalisasi KPK terhadap Hasto Kristiyanto, yang selama ini dikenal sebagai figur politisi yang sangat vokal, bersuara kritis terhadap berbagai pelanggaran hukum atau penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi ketika itu," papar Saiful Huda dalam keterangannya, Jumat (7/2).
Selain itu, jelas SHE, Hasto yang merupakan sekjen berprestasi, mengantar PDIP menang pemilu 3 kali berturut-turut, dianggap sebagai ganjalan terbesar bagi Jokowi dan para pengikutnya untuk menguasai kembali Pemerintahan Indonesia.
"Mungkin karena hal itu, KPK, dalam hal ini Rossa (penyidik KPK Rossa Purbo Bekti, red) sejak awal telah dikondisikan oleh orang-orang Jokowi untuk dijadikan sebagai alat penekan dan pembungkam lawan-lawan politiknya," ungkap SHE.
"Dan karena itu pula melalui pembentukan Panitia Seleksi Capim KPK 2024, Presiden Jokowi ketika itu telah memasang orang-orangnya di KPK, padahal harusnya itu sudah menjadi kewenangan presiden baru, Prabowo Subianto," lanjutnya.
SHE merujuk pada jawaban KPK selaku Termohon dalam sidang Praperadilan pada Kamis (6/2) kemarin, tepatnya ketika hakim meminta keterangan atas (tuduhan) adanya sekelompok petugas kepolisian telah menggagalkan operasi tangkap tangan KPK terhadap Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku di PTIK awal 2020 lalu.
SHE menjelaskan jawaban KPK itu sesungguhnya tidak benar, sangat mengada-ada, karena tiga hal.
Pertama, menurut Hasto Kristiyanto sendiri, beliau tidak pernah ke PTIK, dan hal ini telah dibenarkan oleh tiadanya bukti apa pun yang mengarah kesana. Bukankah sampai saat ini tidak ada bukti apa pun yang dapat ditunjukkan oleh KPK bahwa Hasto Kristiyanto ada di PTIK dalam peristiwa OTT itu.
Kedua, pengamanan di PTIK ketat sekali karena pada saat kejadian tersebur. Menurut informasi yang didapat, di pagi harinya, eks Wapres KH. Ma'ruf Amin akan jalan-jalan pagi di PTIK. Di sini KPK nampak selalu melakukan framing.
Ketiga, bukti-bukti yang disampaikan Termohon (KPK) tidak relevan dan tidak ada bukti-bukti baru (novum). Misalnya saja, Wahyu Setiawan menyatakan tidak menyampaikan hal-hal baru saat diperiksa oleh KPK.
"Hal ini menunjukkan bahwa klaim Termohon (KPK), yang menyatakan memiliki bukti baru (novum) dengan mencantumkan nama Wahyu Setiawan sebagai bukti baru yang tidak valid dan mengada-ada," tegas SHE.
Sidang Praperadilan yang diajukan oleh Hasto Kristiyanto (Pemohon), akan masih terus berlangsung melawan Penyidik KPK (Termohon) di PN Jakarta Selatan hingga Kamis (13/2) mendatang.
Dari pihak Hasto (Pemohon) telah banyak menunjukkan bukti-bukti kesalahan prosedur dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Penyidik KPK saat menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka.