Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) memberikan catatan kritis atas visi misi ketiga capres-cawapres di bidang pendidikan dan guru.
Mereka menilai para capres belum mampu memberikan solusi yang komprehensif atas berbagai persoalan di sektor pendidikan dan guru. P2G mencatat pokok-pokok persoalan pendidikan dan guru selama ini. Menurut mereka, pertama-tama visi misi capres dan cawapres masih belum menyentuh lima persoalan dan isu fundamental guru Indonesia yang meliputi lima hal yaitu kesejahteraan guru yang sangat rendah, kompetensi guru yang masih rendah, rekrutmen dan distribusi guru yang masih amburadul, perlindungan guru yang minim, dan buruknya pengembangan karier guru. P2G mengapresiasi niat paslon nomor urut 1, Anies-Cak Imin untuk menuntaskan rekrutmen guru ASN, tetapi mereka turut menyayangkan solusinya yang dirasa masih mengambang."P2G ingin kepastian agar pasangan AMIN berkomitmen membuka kembali rekrutmen guru PNS bukan PPPK saja. Tagline "perubahan" yang diusung pasangan ini justru tidak menawarkan perubahan sama sekali dalam hal rekrutmen guru, kesejahteraan, peningkatan kompetensi, maupun rekrutmen dan distribusi," kata P2G, dikutip dari rilis yang diterima pada Senin (27/11/2023). Sementara, untuk pasangan nomor urut 2, P2G turut memberikan apresiasinya terkait komitmen menetapkan upah minimum guru non-ASN. Namun, P2G menilai Prabowo-Gibran tidak memberi solusi yang komprehensif mengenai 5 isu fundamental soal guru. P2G juga menyoroti janji tambahan tunjangan guru sebesar Rp 2 juta per bulan. "Jika dikalkulasikan akan menyedot APBN sebesar 79,2 triliun per tahun," kata ujar mereka. Sementara, soal komitmen Ganjar-Mahfud Md mengenai gaji guru hingga 20 juta per bulan, P2G menilai dalam kalkulasi riil wacana tersebut tak realistis. "20 juta rupiah dikali 3,3 juta guru = Rp 66 Triliun per bulan. Alhasil negara harus menyiapkan anggaran jumbo sebesar Rp 792 triliun (belum ditambah gaji ke-13 dan THR per tahun) khusus untuk gaji guru," jelas P2G. "Angka ini justru melampaui alokasi 20% APBN untuk fungsi pendidikan. Dalam APBN Tahun 2023 saja, anggaran pendidikan menyedot sekitar Rp 612 triliun dana APBN yang tidak semua dikelola Kemdikbudristek dan Kemenag," lanjutnya. "Tidak mungkin rasanya, anggaran untuk sekadar gaji guru melebihi 20% APBN untuk pendidikan," ungkap Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim. P2G menyayangkan tak ada satu capres-cawapres pun yang memberi solusi soal runyamnya tata kelola sekolah di Indonesia. Menurut mereka, hal ini berdampak langsung terhadap tata kelola sekolah, kesejahteraan, kompetensi, karier dan rekrutmen serta distribusi guru. Mereka turut menyorot ketiadaan pemaparan strategi untuk mempersiapkan guru kompeten. "Visi-misi capres terlalu klise, kami tidak menemukan adanya penyiapan "grand design" peningkatan kompetensi guru. Tanpa menyentuh kompetensi dalam menyiapkan guru-guru andal, mustahil pendidikan yang berkualitas akan tercapai," kata Satriwan. Menurut pihaknya, pendidikan profesi guru (PPG) sebaiknya melalui pola "concurent teacher education", yaitu pendidikan profesi guru yang menyatu dengan kuliah reguler agar efektif waktu serta anggaran. Sehingga para guru sudah dipersiapkan sejak masa LPTK dan bagi mereka yang benar-benar ingin menjadi guru. Bukan seperti sekarang, pola pendidikan profesi guru terpisah dari pendidikan sarjana strata satu. P2G turut mendesak agar capres-cawapres berkomitmen menuntaskan 1,6 juta guru yang belum punya sertifikat pendidik. Soal Karier & Distribusi Guru
P2G juga menggarisbawahi tata kelola rekrutmen dan distribusi guru. "Sayangnya para capres tidak satu pun menyentuh dan memberi solusi buruknya distribusi guru nasional ini," kata Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G. Pihak mereka merasa skema Guru penggerak era Nadiem diskriminatif dan diglorifikasi secara eksklusif. "Karier guru menjadi Kepala Sekolah dan Pengawas justru dihambat oleh skema Guru Penggerak. Hanya guru pemilik sertifikat Guru Pengggerak-lah yang dapat menjadi kepsek atau pengawas," sebut P2G. "Banyak juga laporan keluhan ke P2G bahwa para Guru Penggerak sering tak masuk kelas. P2G mendorong agar semua guru tanpa embel-embel eksklusif memiliki kesempatan terbuka dan kompetitif untuk meningkatkan jenjang karier yang sama," lanjutnya. Pada sisi lain, P2G turut menilai Platform Merdeka Mengajar (PMM) di era Nadiem Makarim justru menjadi momok dan beban aplikasi bagi guru. Menurut mereka, digitalisasi pendidikan justru membuka jurang kesenjangan yang makin lebar antara wilayah urban dengan rural. "Kebijakan ini kontraproduktif dengan semangat kemerdekaan guru, sebab kenyataannya PMM justru memenjarakan guru melalui aplikasi tunggal atau Digital Panopticon," sebut Kepala Bidang Litbang Pendidikan P2G, Feriyansyah. P2G juga menyoroti bahwa para capres-cawapres belum menawarkan upaya sistematis dalam peningkatan kualitas pembelajaran siswa serta mengejar ketertinggalan pembelajaran (learning loss) akibat pandemi. P2G mengimbau agar guru maupun organisasi guru tak terlibat politik praktis, terlebih jingga membawa para siswa, warga sekolah dan madrasah dalam kampanye. "Satuan pendidikan harus netral dan bersih dari politik elektoral seperti kampanye. Organisasi guru dan guru pada khususnya harus bersikap cerdas dan bijak dalam menghadapi tahun pemilu," kata Feriyansyah. P2G juga mengimbau agar para siswa berani melaporkan ke pihak berwenang apabila ada guru yang memobilisasi murid untuk kampanye dalam memilih capres-cawapres tertentu. (*)
Kategori :