JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai gaya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menghindari wartawan sekaligus menutup wajah dari kamera menunjukkan gerak-gerik koruptor.
"Tindakan Firli Bahuri yang berusaha menghindari jurnalis dengan bersembunyi dan menutup wajahnya menggunakan tas setelah menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri mengingatkan masyarakat pada kebiasaan para koruptor," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Jumat (17/11).
Seperti yang sering tampak di KPK, lanjut Kurnia, koruptor yang mengenakan rompi oranye selalu mencari siasat untuk lari dari kejaran jurnalis.
"Perbedaan di antara keduanya praktis hanya pakaiannya saja, koruptor menggunakan rompi, sedangkan Firli mengenakan batik," kata dia.
Menurut Kurnia, perasaan panik yang tampak dari tindakan Firli tersebut menimbulkan prasangka, bahkan mungkin menjurus pada keyakina benar terlibat dalam perkara pemerasan dan pertemuan dengan pihak berperkara yaitu Syahrul Yasin Limpo (SYL). Sebab, jika merasa benar, mengapa Filri sampai ketakutan seperti itu.
"Melihat perkembangan, ICW merasa Polda Metro Jaya semakin berbelit-belit dalam menangani perkara ini. Padahal, bukti sudah banyak dikumpulkan, upaya paksa seperti penggeledahan dan penyitaan pun telah dilakukan, bahkan puluhan saksi dan beberapa orang ahli turut dimintai keterangannya oleh penyidik. Dengan beragam tindakan yang telah diambil Polda, semestinya tidak lagi sulit untuk menemukan tersangka di balik perkara ini," jelas dia.
Di sisi lain, lanjut Kurnia, tindakan Polda dengan meminta supervisi dari KPK juga layak dikritisi. Sebab, berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak ada kewajiban hukum bagi kepolisian untuk berkonsultasi dengan KPK, apalagi dalam hal ini terduga pelaku merupakan pimpinan lembaga antirasuah itu.
"Tentu supervisi itu akan menuai problematika, terutama mengenai konflik kepentingan jika kemudian Firli dilibatkan dalam proses tersebut," kata dia. (jp)
Kategori :