Bisnis Maskapai Kian Tertekan, Hotman Paris Minta Pemerintah Tinjau Ulang Tarif Batas Atas Pesawat

Jumat 05 Dec 2025 - 23:13 WIB

JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Pengacara Hotman Paris menyoroti Tarif Batas Atas (TBA) penerbangan domestik yang dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi industri saat ini.

Dia menyampaikan keluhan itu seusai kesulitan mendapatkan penerbangan pagi Garuda Indonesia untuk rute padat Jakarta–Lampung.

Menurut Hotman, ketiadaan opsi penerbangan full service di rute gemuk tersebut terjadi karena TBA masih mengacu pada aturan Kementerian Perhubungan tahun 2019—tarif yang dinilainya terlalu rendah dibandingkan biaya operasional maskapai saat ini, mulai dari harga avtur hingga perawatan pesawat.

“Jangan lagi pakai tarif 2019. Sudah tujuh tahun tidak berubah,” ungkapnya, Jumat (5/12) melalui unggahan sosial medianya @hotmanparisofficial yang telah diikuti lebih dari 9 juta pengikut.

DIa menilai skema tarif lama justru menguntungkan maskapai LCC karena pasar tidak memiliki banyak pilihan, sementara Garuda sebagai maskapai BUMN full service enggan membuka rute dengan tarif yang tidak menutup struktur biayanya.

Hotman pun mendesak Komisi V DPR, Kementerian Perhubungan, dan BPI Danantara selaku pemegang saham Garuda untuk mengevaluasi aturan tarif tersebut.

Penyesuaian PBA dinilai penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem industri penerbangan dan mendukung keberlanjutan operasional maskapai nasional pascarestrukturisasi.

“Kesehatan keuangan Garuda bergantung pada kebijakan tarif yang realistis. Rezeki sebesar itu jangan dilepas,” tegasnya, sembari meminta pemerintah mengambil langkah korektif demi memperkuat tata kelola sektor penerbangan di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Pemerintah Pertimbangkan Ubah Regulasi Baca Juga: Dirjen Udara Pantau Tarif Pesawat di Bandara Soetta, Hasilnya.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Lukman F Laisa mengaku sedang mempertimbangkan untuk mengubah regulasi dari harga tiket pesawat.

Evaluasi mengenai komponen harga tiket sedang dilakukan. Menyusul adanya masukan dari rapat-rapat sebelumnya bersama Komisi V DPR RI.

Pertimbangan tersebut meliputi kenaikan pada komponen perawatan yang sudah termasuk biaya cadangan pemeliharaan.

Hal itu menjadi penyebab maskapai butuh biaya lebih besar untuk reaktivasi pesawat udara. Di sisi lain, maskapai pun harus berpacu dalam memenuhi pertumbuhan permintaan setelah dunia dihantam pandemi Covid-19.

Ditambah dampak akibat adanya gangguan pada ekosistem suku cadang global. Belum lagi efek masalah lain seperti kerusakan mesin, kenaikan harga kontrak, serta kenaikan kurs dolar AS. Selain itu, terdapat perubahan aturan mengenai pencatatan akuntansi.

Hal ini menyebabkan adanya penurunan pada komponen biaya sewa pesawat. Perubahan itu menyangkut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 73/2020.

Kategori :