Dia memerinci bahwa objek gugatan saat ini adalah dugaan perbuatan melawan hukum berupa penggunaan fotokopi SK Gubernur yang disebutnya “bodong”, yang menurutnya digunakan untuk menghambat penerbitan sertifikat tanah ahli waris.
Sementara gugatan pada 2013, lanjutnya, berkaitan dengan penguasaan tanah oleh pihak Pemerintah Kabupaten Kobar, sehingga jelas berbeda.
“Subjek gugatan juga berbeda. Dahulu ada nama Daryati, sekarang yang menggugat adalah Muhammad Suhada. Tergugatnya pun berbeda, termasuk adanya BPN sebagai pihak tergugat dalam gugatan terbaru,” jelasnya.
Poltak juga menilai bahwa putusan Mahkamah Agung dalam perkara sebelumnya bersifat negatif dan tidak memberikan kejelasan objek sengketa, sehingga tidak dapat menjadi dasar untuk menyimpulkan adanya nebis in idem.
“Putusan negatif itu tidak melarang untuk mengajukan gugatan baru. Jadi jelas sekali pertimbangan hakim PT Palangka Raya keliru,” ujarnya. (jp)