Contoh nyata dari strategi ini terlihat pada simulasi proyeksi dividen Bank Mandiri (BMRI) yang dilakukan pada tahun 2021. Berdasarkan e-book Strategi Nabung Saham, proyeksi dividen Bank Mandiri menggunakan asumsi pertumbuhan 15% per tahun.
Setelah dilakukan penyesuaian akibat stock split 1:2 pada April 2023, hasilnya menunjukkan bahwa dividen aktual setiap tahun justru lebih tinggi dari proyeksi. Misalnya:
Tahun buku 2020 → proyeksi Rp220, aktual Rp220
Tahun buku 2021 → proyeksi Rp253, aktual Rp360
Tahun buku 2022 → proyeksi Rp291, aktual Rp529
Tahun buku 2023 → proyeksi Rp335, aktual Rp706
Tahun buku 2024 → proyeksi Rp385, aktual Rp932
Data tersebut membuktikan bahwa proyeksi konservatif berbasis payout ratio dan pertumbuhan laba dapat menghasilkan estimasi yang realistis bahkan cenderung lebih rendah dari hasil aktual, sehingga memberi margin of safety bagi investor.
Studi Kasus: Proyeksi Dividen Astra Internasional (ASII)
Dalam simulasi serupa, proyeksi dividen interim ASII tahun 2025 diperkirakan sebesar Rp96 per lembar saham, sementara kenyataannya mencapai Rp98 per lembar saham dengan total nilai Rp3,96 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan perhitungan sederhana berdasarkan laba kuartalan dapat mendekati hasil aktual.
Namun, metode ini tetap bersifat proyeksi, sehingga ada kemungkinan meleset. Meski demikian, jika perusahaan memiliki fundamental kuat dan laba stabil, pendekatan ini membantu investor mempersiapkan strategi dividen untuk tahun mendatang.
Perbandingan Kinerja ITMG, ASII, dan BBRI
Tiga saham yang dikenal rutin membagikan dividen — ITMG, Astra Internasional (ASII), dan Bank BRI (BBRI) — menjadi fokus analisis dividen menjelang 2026.
Harga saham (Year to Date 2025):
ITMG: turun 14,7%
ASII: naik 19,9%