h. PPK menetapkan pengangkatan PPPK Paruh Waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
KepmenPANRB 16 Tahun 2025 juga mengatur mengenai masa perjanjian kerja PPPK Paruh Waktu.
Pada Diktum ke-13 dinyatakan bahwa masa perjanjian kerja PPPK Paruh Waktu ditetapkan setiap 1 tahun yang dituangkan dalam perjanjian kerja sampai dengan diangkat menjadi PPPK.
Mengenai jangka waktu bekerja dan jam kerja PPPK Paruh Waktu ditetapkan oleh PPK, disesuaikan dengan ketersediaan anggaran dan karakteristik pekerjaan.
Adapun terkait gaji PPPK Paruh Waktu, tertuang dalam Diktum ke-19 KepmenPANRB 16 Tahun 2025 bahwa PPPK Paruh Waktu diberikan upah paling sedikit sesuai dengan besaran yang diterima saat menjadi pegawai non-ASN atau sesuai dengan upah minimum yang berlaku di suatu wilayah.
Diktum ke-20 menyatakan, "Sumber pendanaan untuk upah sebagaimana dimaksud pada Diktum ke-19 dapat berasal selain dari belanja pegawai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Instansi Wajib Mengusulkan Pengangkatan PPPK Paruh Waktu
Merujuk ketentuan pada Diktum ke-7 KemenPANRB 16 Tahun 2025 huruf (b), maka jelas bahwa usulan pengangkatan PPPK Paruh Waktu wajib dilakukan.
“Rincian kebutuhan PPPK Paruh Waktu bagi non-ASN sebagaimana dimaksud dalam Diktum KELIMA wajib diusulkan seluruhnya oleh PPK,” demikian kalimat pada Diktum ke-7 huruf (b).
Beberapa waktu lalu, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Zudan Arif Fakrulloh juga sudah meminta instansi pusat dan daerah untuk mulai mempersiapkan pengusulan pengangkatan PPPK Paruh Waktu.
Namun, instansi pemda tampaknya tidak antusias melakukan pengusulan.
Ketum Asosiasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja Indonesia (AP3KI) Nur Baitih menilai, hal tersebut karena regulasi yang ada tidak mencantumkan sanksi bagi pemda yang tidak mengajukan usulan pengangkatan.
Mestinya, kata Bunda Nur, pemda yang tidak mengajukan usulan PPPK paruh waktu dari honorer R2/R3 harus disanksi.
Tanpa sanksi tegas, kebijakan pemerintah pusat untuk menuntaskan honorer database BKN akan mandek.
Menurut Nur Baitih, regulasi bertubi-tubi yang dikeluarkan pemerintah pusat mental di pemda. Penyebabnya karena tidak ada sanksi tegas.
"Maaf, maaf saja ya. Kalau ada waktu paling terakhir, pemda pasti mengambil yang paling belakangan," kata Nur Baitih kepada JPNN, Sabtu (12/4).