Rasanya belakangan Sri Mulyani sudah lebih fleksibel. Dulu saya lihat Sri Mulyani sangat keras dalam hal keuangan. Saya bisa melihatnyi dari jarak agak dekat.
Kini saya melihatnya dari jarak jauh. Mungkin saja penglihatan saya salah. Saya menandai bahwa Sri Mulyani tidak sekeras dulu.
Misalnya: bagaimana dia setuju atas proyek-proyek yang menyerap dana yang begitu besar. Termasuk proyek yang awalnya tidak akan menggunakan negara akhirnya ke APBN juga.
Mungkin yang di atas Sri Mulyani jauh lebih pintar. Lebih pintar dari Sri Mulyani. Untuk mendapat persetujuannyi dijanjikanlah proyek besar tersebut tidak akan mengganggu APBN.
Bukan pura-pura. Diusahakan sungguh-sungguh untuk tidak pakai APBN. Ternyata tidak gampang. Proyek harus berjalan. Sudah telanjur dikerjakan. Penyelamatan harus dilakukan.
Dalam bisnis selalu ada sikap seperti ini: rugi Rp 1 miliar itu baik. Lebih baik dari rugi Rp 10 miliar. Inilah yang disebut sisi baik dari sebuah rugi.
Rugi Rp 10 miliar itu baik. Lebih baik dari rugi Ro 100 miliar. Punya tabungan Rp 1 triliun di lemari lebih baik dari hanya punya simpanan Rp 50 juta.
Rasanya Sri Mulyani sering dihadapkan pada situasi penyelamatan seperti itu. Tidak hanya sekali.
Apakah dia akan menghadapi persoalan yang sama di lima tahun ke depan?
Kian tua orang memang kian bijaksana. Tapi harusnya kian tua orang keuangan tetap kian bertambah cerewetnya.(Dahlan Iskan)