JAKARTA.RADARLEBONG.BACAKORAN.CO - Ketertinggalan pembangunan di kawasan timur Indonesia sangat dalam. Karena itu, diperlukan upaya luar biasa untuk mempercepat laju pembangunan kawasan timur.
Untuk mencapai Indonesia Emas 2045 hanya bisa terjadi kalau ada perlakuan khusus terhadap kawasan timur.
Salah satu yang bisa dilakukan dengan membentuk kementerian yang secara khusus mengawal perencanaan, pelaksanaan dan memonitor semua program dan kebijakan afirmasi kawasan timur.
Hal itu terungkap dalam Forum Group Diskusi (FGD) yang diinisiasi Archipelago Solidarity Foundation di Jakarta, Sabtu (21/9).
Diskusi ini membahas mengenai urgensi keberadaan kementerian khusus kawasan timur dan dihadiri beragam latar belakang, seperti akademisi, aktivis sosial, peneliti, masyarakat adat, wartawan, pengacara, NGO, profesional, dan tokoh masyarakat.
Hadir dalam diskusi tersebut antara lain, Direktur Archipelago Solidarity Foundation Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina, Prof. Dr. Augy Syahailatua (BRIN), Dr. Moh. Ishak Tan (dosen), Dr. Laus C. Rumayon (dosen), Dr. Marthen Timisela (dosen), Donatus Gede Sabon (aktivis sosial), Murad Malawat, SH,MH (pengacara).
Selain itu, Burhan J. Tjiu, SH. Yohan Naning, Web Warouw (aktivis pergerakan 98/jurnalis), Daniel Tagukawi (jurnalis), Badri Tubaka (FPMM). Viona Pattiiha, SH. Theopilus Luis, Muffi Matulessy, Ir. Vini Prasasti Asshafah Tan, Kosmus Kaay, Yorkn Merahabla.
Kondisi kawasan timur Indonesia sangat jauh tertinggal dalam berbagai bidang. Bahkan, kalau dibandingkan dengan kawasan barat ada ketimpangan yang luar biasa. Untuk itu, tanpa perlakuan khusus, maka cita-cita Indonesia Emas 2045 hanya sekadar slogan bagi kawasan timur.
“Dibutuhkan satu pengungkit yang benar-benar membawa loncatan besar untuk kawasan timur. Tidak bisa dengan cara biasa-biasa seperti selama ini. Harus ada institusi negara yang secara khusus mengurus kawasan timur. Tidak ada salahnya kalau pemerintahan mendatang membentuk Kementerian Kawasan Timur. Ini sangat penting untuk memastikan perencanaan dan pelaksanaan berbagai program yang berkaitan dengan Kawasan timur,” kata Engelina Pattiasina.
Engelina menilai, selain kekayaan alam di kawasan timur, pemerintah perlu dan mungkin sudah menyadari kalau kawasan timur ini berada dalam gugusan pasifik.
Secara geopolitik, kawasan ini menjadi pusat baru dalam perebutan pengaruh dan hegemoni dari negara-negara maju dan kuat.
“Kalau situasi keterpurukan ini dibiarkan, maka kawasan timur ini akan menjadi sasaran dan larut dalam tarik menarik kepentingan negara lain. Hal itu itu tidak terhindarkan karena wilayah yang strategis dengan kekayaan alam yang luar biasa,” tegas Engelina.
Menurut Engelina, salah satu persoalan mendasar ketertinggalan kawasan timur karena ada sejumlah regulasi yang memang sangat merugikan kawasan timur, misalnya pembagian DAU yang menjadikan darat dan jumlah penduduk sebagai indikator utama.
Hal ini menyebabkan anggaran negara yang mengalir ke kawasan timur jauh lebih kecil, bahkan kalau dibandingkan dengan satu atau beberapa provinsi di kawasan lain.