Bahagia dengan Berbagi
Berbagi takjil.-Foto: net-
“Kita tidak punya makanan kecuali makanan untuk anak kita.”
“Siapkan makanan itu, pura-puralah meperbaiki lentera dan tidurkanlah anak-anak kita!”
Pada saat malam tiba, tamu Rasulullah ﷺ itu diajak ke meja makan. Setelah makanan dihidangkan, istri sahabat itu mendekati lentera, berpura-pura memperbaikinya, kemudian memadamkannya.
Itu semua dilakukan agar tamu itu merasa nyaman memakan hidangan itu sendirian. Karena makanan yang tersisa hanya untuk porsi satu orang.
Tamu itu menikmati makanan itu sendiri. Dalam kegelapan, dia merasa tuan rumah juga ikut makan.
Saat keesokan harinya sahabat itu menghadap Rasulullah ﷺ, dia disambut dengan senyuman.
Rasulullah ﷺ berkata, “Allah ridha dengan yang kalian lakukan berdua tadi malam.” Kemudian turunlah Surat Al Hasyr ayat 9 yang isinya memuji sikap para sahabat Rasulullah ﷺ tersebut.
وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
“Mereka mendahulukan orang lain atas diri mereka, meskipun mereka sendiri dalam keadaan kekurangan.”
Kisah ini layak kembali kita renungkan, di tengah gelombang sikap egoisme dan mementingkan diri sendiri mulai mempengaruhi masyarakat kita. Bahagia itu bukan saat kita bisa memiliki segalanya, melainkan saat kita bisa memberi apa yang kita miliki untuk orang lain. (*)